SuaraJogja.id - Ditengah hingar bingar Sumbu Filosofi yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda, kesenian tari klasik gaya Yogyakarta terancam punah. Padahal tarian yang berasal dari keraton itu menjadi salah satu penanda keistimewaan Yogyakarta.
Namun saat ini tidak lebih dari lima sanggar yang benar-benar dikelola menjadi yayasan mempelajari tari klasik gaya Yogyakarta. Walaupun saat ini banyak sanggar tari bertebaran, tak banyak dari sanggar itu yang memberikan pola pendidikan tari klasik tiap semester.
"Hanya ada dua yayasan yang memberikan pola pendidikan tari klasik, yang lain hanya sekedar latihan-latihan terus tapi tidak melahirkan alumni, tidak ada pola ujian tari klasik gaya jogja tiap semester," papar Ketua Yayasan Siswo Among Bekso, RM Pramutomo dalam rangkaian Gelar Karya Maestro di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (14/11/2023).
Karenanya upaya rekonstruksi dan pendokumentasian Seni Tari Klasik Gaya Yogyakarta perlu dilakukan. Program penting untuk menyelamatkan kesenian tari klasik gaya Yogyakarta dari kepunahan.
Baca Juga:Tribute to Timbul Raharjo, ISI Pamerkan Seni Kriya Kuda Kontroversial
"Sanggar perlu benar-benar mempelajari tari klasik gaya yogyakarta karena masih kurang," ujarnya.
Sementara Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Purwiati mengungkapkan upaya rekonstruksi berbagai seni tari, termasuk tari klasik Gaya Yogyakarta coba terus dilakukan. Bahkan melakukan dokumentasi dan digitalisasi agar bisa dilihat generasi turun temurun.
TBY juga membuka ruang bagi masyarakat untuk berlatih tari-tarian. Sehingga ruang kreatif kesenian bisa semakin terbuka.
"Kita juga coba mementaskan tari-tari langka untuk kemudian didokumentasikan dan didigitalisasi," ujarnya.
Salah satu pentas yang digelar yakni gelar karya maestro seni tradisi RM Dinusatomo (KPH Pujaningrat). Menggandeng Yayasan Siswa Among Beksa, sajian pertunjukan Wayang Orang dengan judul “Wisnu Parwa”, beserta narasi mengenai perjalanan hidup dan konsistensi sosok seorang RM Dinusatomo dalam dunia Tari Klasik Gaya Yogyakarta ditampilkan, Rabu (15/11/2023).
Baca Juga:Karyawan Balai Kota Yogyakarta Ditangkap Polisi Karena Curi Laptop dan Handphone Warga Banguntapan
RM Dinusatomo merupakan bangsawan yang menghabiskan sebagian besar masa mudanya untuk pentas dan mengajar tari. Pada tahun 1973 dia ikut serta dalam misi budaya Keraton Yogyakarta sebanyak 90 kali dalam setahun di berbagai negara di benua Eropa, seperti Belanda, Inggris, Belgia, Jerman Barat, dan negara-negara lain.
RM Dinusatomo mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2018 lalu sebagai Maestro pencetak Sumber Daya Manusia dalam seni tari klasik gaya Yogyakarta. Semasa hidupnya, dia menjadi penari klasik Keraton Yogyakarta dan ikut berperan aktif dalam menjaga eksistensi tari klasik di Keraton Yogyakarta.
Dia juga pernah menjabat sebagai kepala bidang kesenian Kanwil Pendidikan & Kebudayaan DIY, Widyaswara PPPG, dan pernah menjabat sebagai penghageng II Sriwandawa Kraton Yogyakarta. Bahkan diberi kepercayaan mencurahkan segala perhatiannya dalam mengelola kesenian yang ada di Kraton Yogyakarta. Dengan mengelola tari Klasik Gaya Yogyakarta yang telah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 – 1792.
"Dengan tujuan yang sangat mulia itulah dua akhirnya memiliki keinginan mulia untuk mengembangkan keberadaan Yayasan Siswa Among Beksa sebagai wadah, ataupun sebagai kawah Candradimuka," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi