SuaraJogja.id - Hajatan politik Pemilihan Umum (Pemilu) sebentar lagi bakal digelar. Para calon legislatif (caleg) terutama, kini mulai tebar pesona demi menarik perhatian para konstituen di daerah pemilihannya. Tak cuma pasang baliho, tebar video gimmick atau blusukan, beberapa ternyata juga ada yang rutin melakukan usaha spiritual.
Ya tak sedikit di antara para caleg yang mendatangi tempat-tempat sakral salah satunya adalah makam para tokoh yang memiliki sejarah sebagai seseorang yang sakti dan mendapat 'wahyu' sebagai seorang pemimpin.
Salah satunya adalah Makam Ki Ageng Giring III yang berada di Kalurahan Sodo Kapanewon Paliyan Gunungkidul. Di makam ini memang menjadi tujuan para peziarah yang memiliki hajat ingin menduduki sebuah jabatan.
"Kalau ramai sebetulnya malam jumat kliwon, selasa kliwon dan jumat legi. Tetapi tiap hari banyak peziarah," tutur salah satu dari lima juru kunci makam Ki Agung Giring III, Susilo saat ditemui Suarajogja.id.
Baca Juga:Cek Bendungan Sumber PDAM, Bupati Gunungkidul Nekat Masuk ke Sungai Bawah Tanah Sedalam 104 Meter
Dia menambahkan, kini dan setiap menjelang Pemilu, pengunjung makam Ki Ageng Giring III kian bertambah banyak. Bahkan kini berlipat karena semakin banyak caleg-caleg yang berburu 'pulung' atau wahyu layaknya Ki Ageng Giring III tempo dulu.
Kisah Ki Ageng Giring sendiri memang masih misteri dan hingga kini belum jelas kapan meninggalnya Ki Ageng Giring 1. Namun sebuah cerita tutur yang turun temurun disampaikan dari generasi ke generasi, Ki Ageng Giring III-lah tokoh yang mendapatkan wahyu degan (kelapa muda) gagak emprit sebagai cikal bakal Mataram Islam.
Keberadaan Ki Ageng Giring tidak lepas dari Ki Ageng Pemanahan yang merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam. Keduanya adalah murid Sunan Kalijaga dan seperti saudara kandung.
Dalam cerita yang dikisahkan wahyu degan gagak emprit inilah yang kemudian justru diminum Ki Ageng Pemanahan yang juga sama-sama mendapatkan wahyu saat bertapa di Kembang Lampir.
Dengan rasa kecewa dan memendam rasa marah, Ki Ageng Giring III akhirnya merelakan air kelapa muda diminum saudara seperguruannya tersebut, Ki Ageng Pemanahan. Degan gagak emprit itu diminum di rumahnya.
" Dan akhirnya Ki Ageng Pemanahan yang mulai membangun Kerajaan Mataram dengan membuka hutan yaitu Alas Mentaok atau sekarang dikenal dengan Kotagede," lanjutnya.
Upaya negosiasi antara Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan pun dilakukan begitu air kelapa muda tersebut habis diminum. Akhirnya keduanya sepakat bahwa setelah keturunan raja ketujuh, maka yang berkuasa adalah keturunan dari Ki Ageng Giring III.
Hingga kini belum jelas kapan Ki Ageng Giring III meninggal. Ditemukannya makam Ki Ageng Giring III juga berawal dari cerita masyarakat yang suka berziarah ke Makam Kyai Tembayat di Klaten.
"Dari sana ada wahyu sebuah batu putih di Alas Paliyan," tambahnya.
Setelah dilakukan upaya babat alas atau membuka hutan untuk membuat jalan, akhirnya ditemukan makam Ki Ageng Giring III. Dan kini makam Ki Ageng Giring III inilah yang banyak dikunjungi peziarah untuk berburu wahyu.
Setiap malam Jumat Kliwon tempat ini ramai dikunjungi peziarah. Bahkan kerabat Keraton Yogyakarta juga sering berziarah di makam penerima wangsit Kerajaan Mataram Islam yang kemudian pecah menjadi Kasultanan Yogyakarta (Keraton Yogyakarta) dan Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) ini.
"Malam Jumat Kliwon banyak peziarah karena konon makam ditemukan tepat pada hari Jumat Kliwon," terangnya.
Tempat-tempat Wingit untuk Berburu 'Pulung' Pejabat
Cucu Sri Sultan HB VIII, Gusti Kukuh Hertriasning atau yang banyak dikenal dengan sebutan Gusti Aning mengakui jika memang masih banyak masyarakat yang berburu 'pulung' atau wahyu terutama ketika ada yang memiliki hajat ingin menjadi pejabat ataupun tokoh publik lainnya.
Biasanya mereka berburu pulung tersebut ke tempat-tempat di mana para tokoh dimakamkan atau ke tempat yang dianggap sebagai petilasan.
"Namun yang tidak sembarang makam kuno atau keramat yang diziarahi. Saya sarankan tokoh yang memang memiliki riwayat atau sejarah 'babad alas'. Tokoh pendiri sebuah kerajaan atau sebuah wilayah," terangnya.
Dia menyebut, di DIY ada sejumlah tempat yang sering dikunjungi ketika memiliki hajat menjadi seorang pejabat atau pemimpin. Dan tempat-tempat tersebur kian ramai setiap menjelang pemilihan dilaksanakan baik itu pemilihan bupati, presiden ataupun Pileg seperti sekarang ini.
Beberapa tempat tersebut adalah lokasi makam para tokoh Babad Alas kerajaan di Nusantara dan juga tokoh panglima perang. Makam tokoh Babad alas patut didatangi untuk mendapatkan wahyu yang sama dengan tokoh tersebut. Sementara makam Sang Panglima patut didatangi agar memiliki semangat berani berkompetisi.
"Di DIY banyak tempat-tempat seperti itu, " terang dia.
Beberapa tempat Babad alas, lanjutnya diantaranya Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Kemudian makam Panembahan Senopati di Kotagede, Sri Sultan HB I dan Sri Sultan HB IX di Imogiri. Kemudian makam Mangkunegaran I di Matesih Karanganyar serta makam Paku Alam 1 dan 8 di Girigondo, Kulon Progo
"Nah untuk panglima adalah makam Pangeran Purboyo Panglima di Wot Galih Berbah, " tambahnya.
Kontributor : Julianto