SuaraJogja.id - Belasan kasus penyalahgunaan narkoba berhasil diungkap oleh jajaran Satresnarkoba Polresta Yogyakarta. Modus peredaran narkoba itu dijual melalui media sosial (medsos) dan menyasar para pelajar.
"Memang rata-rata transaksinya sekarang menggunakan medsos. Jadi memang dia mempromosikan ataupun mencari pelanggan sudah melalui medsos yaitu salah satunya Facebook," kata Kasatreskoba AKP Ardiansyah Rolindo Saputra, Rabu (27/3/2024).
Total dalam kurun waktu sebulan, pihaknya berhasil menangkap 13 tersangka kasus penyalahgunaan narkoba. Para tersangka diamankan di wilayah Kota Jogja, Sleman, Bantul dan ada di Jawa Tengah.
"Jadi memang di situ beberapa akun Facebook ini adalah fake akun (akun palsu). Jadi memang dia tidak memunculkan data diri tapi di situ memasarkan beberapa jenis obat, memang langsung main inbox," terangnya.
Baca Juga:Pengusaha Bakal Naikkan Harga Mulai Tanggal 1 April, Tiket Mudik Jurusan Sumatera Ludes Terjual
"Jadi dia di profil itu dia tuliskan apa-apa aja, jadi dia memang agak terselubung pergerakannya ketika ada orang inbox baru dikeluarkan barangnya," sambungnya.
Setelah bertransaksi melalui pesan, nantinya para tersangka akan meminta sejumlah uang dan mengirim barang berupa obat-obatan berbahaya (obaya) itu ke pelanggan. Penjual dan pembeli pun kebanyakan memang tidak pernah bertemu secara langsung.
"Dia terkadang tidak ketemu langsung jadi dia (pelanggan) menitipkan alamat nanti dikirim. Jadi dia jarang ingin ketemu, tidak ada pertemuan antara pembeli dan si penjual langsung," ujarnya.
"Maka di situ kita agak kesulitan dan akunnya itu pun kadang-kadang berubah kadang-kadang setelah dia ini (transaksi) dia end chat dia dibersihkan kembali sehingga itu agak susah kita untuk melacaknya," imbuhnya.
Disampaikan Ardiansyah, para tersangka akan menjual obaya itu sesuai pesanan atau dipecah-pecah. Ada yang dijual per toples hingga kaplet.
Baca Juga:Ada 1.700 Perusahaan di Kota Jogja, Pemkot Yogyakarta Buka Posko Aduan dan Konsultasi THR 2024
"Sesuai orderan. Jadi apa yang diminta itu yang dikirim. Jadi dia bisa mengambil keuntungan dari pecahan itu dengan cara penjualannya tidak utuh 1000 (butir) melainkan dipecahnya ada yang per Rp30.000, per harga Rp100-200 ribu dan lain-lain," ucapnya.
Sasaran penyalahgunaan obat berbahaya ini, kata Ardiansyah, didominasi oleh para pelajar. Mengingat harga obaya tersebut yang tergolong masih dapat dijangkau.
"Seperti biasa kalau obaya banyak ke pelajar karena ini rata-rata umurnya masih di bawah 25, ada 19, ada juga yang masih 20, rata-rata karena mengingat untuk harga pembelian. Jadi memang di sini dia harganya gampang dijangkau dan itu memang menengah kebawah gampang mendapatkan," ungkapnya.
"Sebotol itu kalau kami tidak salah itu dijual seharga Rp1,1 juta yang isinya 1000 butir. Nah jadi memang jauh berbanding kalau dibanding dengan psiko yang harganya jutaan cuma berapa gram," sambungnya.
Ditegaskan Ardiansyah, sampai saat ini pihaknya masih tetap melakukan pengembangan terkait kasus tersebut. Termasuk dengan pemasok hingga tempat produksi obat-obatan terlarang tersebut.