Euforia Kemenangan Prabowo-Gibran Menangi Pilpres Tak Seheboh Era Jokowi, Pakar Politik UGM Sebut Ini Alasannya

meskipun pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berhasil memenangkan pilpres dalam satu putaran, euforia kemenangan tersebut tidak sebesar dua pemilu sebelumnya

Galih Priatmojo
Selasa, 02 April 2024 | 23:25 WIB
Euforia Kemenangan Prabowo-Gibran Menangi Pilpres Tak Seheboh Era Jokowi, Pakar Politik UGM Sebut Ini Alasannya
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. (tangkap layar)

SuaraJogja.id - Pemilu sudah berlangsung satu bulan lalu. Namun berbeda dari pemilu 2014 dan 2019, euforia pemilu 2024 ini disebut tak sebesar sebelumnya.

Pakar politik sekaligus Ahli Tata Kelola Pemilu UGM, Mada Sukmajati menyatakan, meskipun pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berhasil memenangkan pilpres dalam satu putaran, euforia kemenangan tersebut tidak sebesar dua pemilu sebelumnya Ketika Joko Widodo berhasil menjadi presiden. 

"Euforianya tidak besar padahal [prabowo-gibran] menang satu putaran," ungkap Mada dalam analisis big data bertema "Sebulan Pasca Pencoblosan: Persepsi Netizen atas Pemilu 2024" di Yogyakarta, Senin (01/04/2024) petang.

Mada menyebutkan,  ada dua kemungkinan euforia kemenangan Prabowo-Gibran tak heboh. Yang pertama,  masyarakat menganggap terpilihnya Prabowo-Gibran merupakan keberlanjutan pemerintahan Jokowi sehingga  tak akan ada perubahan yang signifikan.

Baca Juga:Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran di Pilpres, Pengamat Politik UGM Beri Catatan Ini

Kedua, bisa saja ada anggapan ketidakpastian di kalangan masyarakat di masa resesi global ini. Dalam konteks global, kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja membuat masyarakat masih belum bisa mendapatkan kepastian dari Prabowo-Gibran dalam merespon tantangan yang bersifat eksternal tersebut.

"Sehingga semua pihak masih wait and see untuk banyak sektor," tandasnya.

Menurut Mada, tidak adanya euforia kemenangan tersebut juga dibarengi dengan tidak kuatnya polarisasi di tingkat bawah. Kondisi ini berbeda dari Pemilu 2014 dan 2019 saat muncul pembelahan sebutan cebong bagi pendukung Jokowi dan kampret untuk pendukung Prabowo yang bertarung dalam pilpres.

Alih-alih polarisasi, sebagian masyarakat menunggu hasil  gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan isu bergulirnya hak angket di DPR-RI. Namun dalam proses gugatan dan hak angket pun, Mada melihat pasangan nomor urut 01 dan 03 tidak punya putusan yang sama meski berangkat dari kepentingan yang sama.

"Yang ke MK itu yang jalan tim kampanye 01 dan 03, bukan parpol pendukung," tandasnya.

Baca Juga:Prabowo-Gibran Berjaya dalam Lima Kabupaten/Kota di DIY, Perolehan Suara Capai 50,63 Persen

Sementara Head of Research Department Perkumpulan Analis Resiko dan Penyelesaian Konflik (Pares) Indonesia, Arga Pribadi mengungkapkan Prabowo merupakan spotlight dalam Pemilu 2024 dan banyak diperbincangkan warganet. Meski sejumlah narasi yang muncul dalam tweet warganet untuk Prabowo dan Gibran di sosial media (sosmed) negatif selama Pemilu, hal itu justru menaikkan nama Prabowo dan Gibran.

Arga menyebutkan fenomena itu terjadi karena konsep political drama yaitu konsep politik yang membangun rasa kedekatan pada audiens terjadi saat ini. Nuansa negatif yang muncul ke Prabowo dan Gibran justru secara efek itu membangkitkan kedekatan netizen dengan paslon Prabowo-Gibran.

"Walau narasi yang diungkapkan negatif namun engagement tinggi maka berpeluang untuk memenangkan kontestasi," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini