"Bila Permendikbud ini tidak dicabut, maka Permendikbud ini tetap akan berlaku pada tahun-tahun yang akan datang. Padahal, Permendikbud ini tidak hanya mengatur soal UKT saja, tapi juga mengatur soal Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang besarannya bisa maksimal 4 kali lipat biaya operasional kuliah per orang atau disebut biaya kuliah tunggal (BKT)," paparnya.
Sehingga pembatalan kenaikan UKT di tahun 2024 ini seolah hanya semu dan sementara saja. Pasalnya masih ada aturan lain yang kemudian memberi dampak kepada besaran uang kuliah.
Aturan itu, masih menjadi celah untuk kampus mencari dana dari mahasiswanya. Mungkin saat ini tidak melalui UKT tapi tetap tidak menutup kemungkinan bisa pula dari IPI.
"Bisa saja UKT tidak naik, tapi nanti pimpinan kampus akan memungut IPI. Oleh karena itu, pencabutan Permendikbud ini lebih penting dan mendesak daripada membatalkan kenaikan UKT," tegasnya.
Baca Juga:Ratusan Mahasiswa UGM Terancam Tak Lanjutkan Kuliah Akibat UKT, Kampus Genjot Cari Beasiswa
"Kalau cuma sekadar membatalkan UKT tapi tidak mencabut Permendikbud, maka sebetulnya hanya melempar tanggung jawab kepada Mendikbud yang akan datang saja," imbuhnya.
Pencabutan Permendikbud 2/2024 itu, dinilai Darmaningtyas yang lebih mendesak. Setidaknya menjadi solusi yang bisa ditawarkan pemerintah untuk saat ini.
"(Pencabutan Permendikbud) paling tidak sudah menjadi solusi pemerintah, berarti kan pemerintah tidak bisa lagi memakai aturan itu untuk memungut," ucapnya.
Polemik UKT sudah seharusnya dapat diselesaikan negara. Apalagi dengan tugas besar yang diembannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan justru pendidikan yang semakin dikomersialisasikan.
Apalagi dikelola dengan pendekatan dan prinsip bisnis dan keuntungan finansial semata. Padahal pendidikan menjadi krusial untuk menciptakan generasi berilmu atau bahkan emas, seperti yang dicita-citakan dalam beberapa puluh tahun ke depan.
Baca Juga:UGM Bakal Tinjau Ulang Kerjasama Jasa Pinjol untuk Bayar UKT Mahasiswa