Kondisi itu membuat eksplorasi menjadi lebih menantang. Sebab diperlukan keterampilan khusus yakni cave diving untuk menysurui karst tersebut.
Salah satu contoh yang diungkap oleh Juswono adalah eksplorasi di cenote, yaitu lubang dengan danau di dalamnya yang sering ditemukan di daerah Mexico. Di Kepulauan Banggai, cenote ini memiliki kedalaman yang signifikan, mencapai 33 meter dari permukaan air.
"Diperlukan peralatan khusus dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas," ungkap Juswono.
Tim ekspedisi juga berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh dunia ilmu pengetahuan sebelumnya. Di salah satu gua karst yang dieksplorasi, ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal dan jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter.
Baca Juga:Galang Dana untuk Beasiswa Mahasiswa Tak Mampu, UGM Gelar Trail Run
"Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif," ujar Juswono.
Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 ini tidak hanya membuka wawasan baru mengenai kekayaan alam di Kepulauan Banggai. Tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi internasional dalam penelitian ilmiah.
Ekspedisi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian-penelitian lanjutan yang akan menggali lebih dalam potensi karst di Indonesia dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan global.
"Kegiatan ekspedisi, dari titik-titik eksplorasi ini masih sedikit, ini kalau ibarat buku kita baru bisa mengungkap 2 halaman dari 100, banyak hal yang kita rencanakan untuk kembali ke sana dengan planning yang lebih matang kompleksitas lebih, dari sisi alat logistik dan lain-lain dan harapannya makin bisa memberikan timbal balik saintifik yang bisa kita olah dan dikembangkan penelitian atau policy brief dari situ," ujar dia.
Baca Juga:Pratikno Diduga jadi Operator Kerusakan Demokrasi, Paguyuban Kawruh Budaya Nyekar ke Makam UGM