Kejari Ungkap Tanah Kas Desa yang Dikeruk Secara Ilegal di Gunungkidul untuk Urug Tol Capai 24 Ribu Kubik

berdasarkan estimasi sementara nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 600 juta. Jumlah tersebut dihitung dari Volume atau kubikasi Tanah Kas Desa

Galih Priatmojo
Selasa, 03 September 2024 | 20:01 WIB
Kejari Ungkap Tanah Kas Desa yang Dikeruk Secara Ilegal di Gunungkidul untuk Urug Tol Capai 24 Ribu Kubik
Garis larangan berwarna merah putih bertuliskan Kejaksaan RI terpasang di area bekas tambang urug tol di Kalurahan Sampang, Gedangsari, Rabu (3/7/2024). Diduga penutupan itu terkait kasus korupsi. [Kontributor/Julianto]

SuaraJogja.id - Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul menyebut sebanyak 24.000 kubik tanah kas desa (TKD) di Kalurahan Sampang Kapanewon Gedangsari Gunungkidul dikeruk secara ilegal untuk tanah urug proyek nasional jalan tol Jogja-Solo. Jumlah tersebut setara muatan 2.400 truk atau jika dirupiahkan mencapai kurang lebih Rp 600 juta. 

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Gunungkidul, Shendy Pradana Putera mengungkapkan perhitungan kerugian negara oleh pihak ketiga sebenarnya sudah selesai dilakukan. Secara resmi biaya belum menerima surat keterangan berkaitan dengan kerugian negara akibat penambangan di tanah kas desa kelurahan Sampang tersebut. 

"Pekan Ini kemungkinan kami baru menerimanya secara resmi,"ujar Shendy ketika dikonfirmasi melalui nomor pribadinya, Selasa (3/9/2024). 

Namun demikian, berdasarkan estimasi sementara nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 600 juta. Jumlah tersebut dihitung dari Volume atau kubikasi Tanah Kas Desa berupa perbukitan yang telah diambil oleh perusahaan penambang. Volume tersebut dihitung dari ketinggian bukit lebar Bukit serta juga kedalaman Bukit tersebut ditambang. 

Baca Juga:3 Kecamatan Kehabisan Anggaran untuk Atasi Kekeringan, BPBD Gunungkidul Kucurkan Dana Tak Terduga

Dia mengakui jika tanah yang ditambang tersebut digunakan untuk uruk proyek nasional jalan tol Jogja-solo ruas Klaten. Ada sejumlah pihak yang berpotensi dipersalahkan atau bisa menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan tanah Desa di Kalurahan Sampang ini. 

"Jadi kan sebelum kementrian PU membangun fisik jalan tol, kan ada pengurukan tanah. Mereka tidak pernah meminta tanah urug itu dari titik tertentu, misalnya Sampang. Jadi Kementrian PU tidak tahu menahu asal tanahnya dari mana," kata dia. 

Kebetulan ada perusahaan yang memiliki SIPB atau izin tambang di Kelurahan Sampang. Kemudian ada dua perusahaan lagi Yang memiliki tugas mendistribusikan tanah yang telah ditambang dari Kelurahan Sampang tersebut. Dua perusahaan inilah yang memasok atau mendistribusikan tanah dari Sampang ke proyek jalan tol jogja-solo ruas Klaten. 

Hanya saja, ijin tambang yang dkantongi perusahaan tersebut bukan di tanah kas Desa namun berjarak 1 km dari tanah kas desa yang juga turut ditambang tersebut. Sehingga saat ini pihaknya masih mendalami peran dari pihak kalurahan yang akhirnya memutuskan menambang di area Tanah Kas Desa ini. 

"Masak sih, pihak kalurahan tidak tahu kalau yang ditambang itu tanah kas desa. Makanya kami dalami perannya," ujar dia. 

Baca Juga:PSI dan PAN Bersatu Usung Sunaryanta-Mahmud di Pilkada Gunungkidul 2024

Shendy mengakui jika sampai saat ini belum ada pihak yang dijadikan tersangka dalam kasus penyelewengan tanah kas Desa ini. Dia menyebut ada beberapa pihak yang berpotensi dijadikan tersangka diantaranya adalah perangkat Kelurahan perusahaan penambang ataupun perusahaan distribusi hasil tambang, tokoh masyarakat serta pemilik rekening yang dijadikan untuk menampung hasil penjualan tanah tambang tersebut. 

Sebelum menjadikan tersangka masih ada beberapa tahap yang harus mereka lalui. Selain menunggu hasil penilaian perhitungan kerugian negara secara resmi mereka terima ada beberapa berkas yang harus mereka lengkapi. Setelah itu mereka Baru melakukan gelar perkara dengan Kejati DIY. 

"Kalau jaksa penuntut umum menganggap cukup ya sudah P21. Di situ nanti sudah ada tersangka," tambahnya.

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak