Prevalensi Diabetes Meningkat, Pemerintah Diminta Tegas Terapkan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan

oordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menegaskan bahwa Komnas HAM berkomitmen untuk mendukung penerapan cukai bagai MBDK.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 06 September 2024 | 19:19 WIB
Prevalensi Diabetes Meningkat, Pemerintah Diminta Tegas Terapkan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan
Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di salah satu ritel di Jakarta, Senin (18/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Ketua Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Ari Subagyo Wibowo menyoroti penundaan penerapan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2024. Menurutnya aturan ini seharusnya perlu menjadi perhatian pemerintah.

Hal itu disampaikan dari hasil Diskusi Publik yang bertajuk "Terapkan Cukai MBDK Sebagai Bentuk Kehadiran Negara Untuk Generasi Emas" beberapa waktu lalu. 

"Keinginan kita ke depan ini adalah generasi muda yang sehat yang dicita-citakan oleh pemerintah generasi emas ini benar-benar bisa dilaksanakan," kata Ari dalam keterangan tertulis diterima SuaraJogja.id, Jumat (6/9/2024).

Disampaikan Ari, penerapan cukai ini sebagai bentuk untuk mengubah perilaku masyarakat. Termasuk untuk mengedukasi bahwa konsumsi MBDK bukanlah bagian dari pola makan sehat dan bergizi. 

Baca Juga:Pesawat Tanpa Awak UGM Mumpuni Dikembangkan untuk Militer, Bisa Dilengkapi Bom

Senada, Bagus Suryo Bintoro, menyayangkan penundaan penerapan cukai untuk MBDK itu. Selaku Ketua Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM, dia bilang bahwa kebijakan itu sebenarnya dapat berperan penting dalam kesehatan masyarakat. 

"Padahal pemberlakuan cukai MBDK ini juga dapat mengurangi angka penderita diabetes," ujar Bagus.

Sementara itu, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menegaskan bahwa Komnas HAM berkomitmen untuk mendukung penerapan cukai bagai MBDK. Upaya yang dilakukan salah satunya memberikan rekomendasi kepada BPOM terkait hal itu.

"Komnas HAM masih terus memantau terkait penerapan Cukai MBDK. Kami juga merekomendasikan kepada BPOM untuk penataan pengawasan obat dan makanan yang perlu diperbaiki di hilir dan hulu," ungkap Uli.

Yayi Suryo Prabandari, selaku Ketua Health Promoting University (HPU) UGM mengatakan HPU UGM telah melakukan beberapa program untuk kampanye mengkonsumsi makanan sehat di lingkungan kampus. Termasuk untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis.

Baca Juga:UGM Luncurkan Pesawat Tanpa Awak Buatannya, Dikabarkan Bakal Dibeli Prabowo Subianto

"Kita mengkampanyekan healthy eating seperti penerapan food traffic light pada makanan, advokasi pembatasan minum berpemanis," ujar Yayi.

Perwakilan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Gisella Tellys, menuturkan bahwa pemberlakuan cukai MBDK sangat berpotensi dapat mengurangi angka penderita diabetes. Pasalnya cukai MBDK merupakan instrumen kebijakan fiskal. 

"Dengan menaikan harga dari produk MBDK, tingkat konsumsi MBDK di masyarakat dapat menurun," ucapnya.

Tulus Abadi, dari Perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), meminta pemerintah tidak perlu ambigu dalam menerapkan aturan itu. Sebab pemerintah justru tetap akan mendapatkan pendapatan negara. 

"Penerapan cukai ini tidak akan mematikan industri," terangnya. 

Menurut Tulus, pemerintah sebaiknya belajar dari penerapan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Aturan itu membuat hasil dari cukai bisa dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk program-program yang bertujuan untuk pengendalian konsumsi dan peningkatan kesehatan. 

"Dana ini sering digunakan untuk mendanai kampanye kesehatan,” pungkasnya.

Berdasarkan Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2023, angka prevalensi diabetes di Indonesia meningkat menjadi 11,7 persen. Hal ini cukup miris ketika tidak ada aturan tentang MBDK di tengah masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini