Nasib Miris Telaga Gunungkidul: Dari Sumber Kehidupan Menjadi Kubangan Kering

Panasnya cuaca di seputaran telaga dipicu karena berkurangnya tegakan (pohon kayu).

Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 25 Oktober 2024 | 19:20 WIB
Nasib Miris Telaga Gunungkidul: Dari Sumber Kehidupan Menjadi Kubangan Kering
Kondisi Telaga Budegan, telaga yang terletak di Wonosari, Kabupaten Gunungkidul yang telah mengering. [Kontributor Suarajogja.id/Julianto]

Dan kalau ada tegakan seperti pohon maka air hujan sampai ke tanah hanya berupa tetesan sehingga daya rusak terhadap tanah (erosi) jauh berkurang ketimbang air yang langsung jatuh ke tanah. Karena pohon tegakkan tidak ada maka daya rusak air hujan terhadap tanah.

"Aliran air hujan ke telaga ini membawa material tanah dan masuk ke telaga," terangnya.

Harry mengatakan jika banyak tanaman tegakan yang berubah menjadi tanaman musiman. Para petani menganggap pohon kayu nilai ekonominya kecil sehingga mengganti tanaman musiman seperti jagung dan kacang tanah.

Parahnya, cara panen tanaman musiman ini dilakukan dengan dicabut. Tanah yang awalnya sudah mapan menjadi gembur lagi dan mudah terbawa air. Sehingga semakin banyak material tanah masuk ke telaga yang terbawa air.

Baca Juga:Gunung Api Purba Gunungkidul Sempat Ditutup Sementara, Hewan Penyengat Ini jadi Sebabnya

"Ada juga karena upaya melindungi telaga dengan kegiatan sipil teknis yaitu dengan talud. Ketika semuanya sudah ditalud airnya mau ke mana. Terlebih kawasan karst itu tanahnya rapuh sehingga airnya akan mencari celah-celah rongga untuk keluar. Telaganya semacam bocor," ungkapnya.

Pegiat Pelestari Sumber Air "Resan", Edi Supadmo mengungkapkan saat ini banyak sekali telaga yang rusak. Dari 400an telaga yang ada di Gunungkidul, hampir semuanya tak berfungsi menampung air sepanjang tahun.

"Yang airnya ada sepanjang tahun itu sangat sedikit. Mungkin tinggal 2,5 persen. Dari 400an telaga, di bawah 10 lah yang airnya bisa bertahan sepanjang tahun. Artinya kalau kemarau masih ada airnya," kata dia.

Edi menambahkan jangankan berbulan-bulan bisa menampung air. Kini banyak telaga yang hanya mampu menampung air paling lama satu bulan. Penyebabnya memang karena banyak vegetasi di seputaran telaga yang hilang, sedimentasi serta dasar telaga yang mulai pecah-pecah karena panas sehingga berongga.

Edi mengatakan cukup sulit untuk mengembalikan fungsi telaga karena membutuhkan waktu dan biaya tak sedikit. Salah satunya adalah memberi dasar telaga dengan pupuk kandang berupa kotoran sapi serta tanah lempung atau tanah liat.

Baca Juga:Janji Gandeng LSM dan NGO, Endah Subekti Curi Perhatian di Debat Cabup Gunungkidul

"Tapi itu mahal, per truk harganya Rp900 ribu. Padahal butuhnya banyak," ungkap dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak