Berawal dari Keresahan, Sekolah Calon Ibu & Ayah jadi Jawaban Bangun Keluarga Harmonis di Masa Depan

SCI diharapkan mampu menciptakan calon ibu dan ayah yang bertanggungjawab sebagai orang tua.

Muhammad Ilham Baktora
Senin, 28 Oktober 2024 | 17:35 WIB
Berawal dari Keresahan, Sekolah Calon Ibu & Ayah jadi Jawaban Bangun Keluarga Harmonis di Masa Depan
Sejumlah peserta mengikuti materi pelatihan di Sekolah Calon Ibu (SCI) di Sleman, DIY. (dok Istimewa)

SuaraJogja.id - Sudut ruangan masjid Nurul Ashri di Kabupaten Sleman itu ramai dengan perempuan berkerumun. Satu orang bidan yang menjadi pemandu mengarahkan cara yang tepat menggendong seorang bayi.

Pelan-pelan, satu perempuan mendekatkan bayi ke dalam bak untuk memandikan bayi tersebut. Memang bukan bayi sungguhan, berbentuk boneka, bayi itu dia mandikan layaknya seorang ibu yang pertama kali memiliki anak.

Aktivitas itu pun menarik perhatian Rizka Saumi, perempuan muda yang baru saja selesai melaksanakan solat lima waktunya di masjid yang sama.

Rasa penasaran perempuan asal Jambi itu pun memaksanya duduk lama memperhatikan kerumunan yang sedang memandikan bayi. Dalam hatinya pun tergerak, jika ada praktik seperti ini artinya ada kegiatan di mana seorang calon ibu dilatih sebelum berumah tangga dan memiliki bayi.

Baca Juga:Gangguan Kesehatan Mental Hantui Ibu Hamil di DIY: Minim Dukungan Keluarga hingga Krisis Psikolog

Hal pertama dalam benaknya adalah harus ikut dalam kegiatan tersebut. Bukan tanpa alasan, menyiapkan diri, adalah prinsip hidup yang dibawa ketika mengarungi rumah tangganya ke depan.

"Itu pertama kali, pas semester awal masih kuliah, kalau sudah di akhir semester sebelum pulang ke Jambi, aku harus ikut nih," cerita Rizka ditemui di Pesantren Nuraini, Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Jumat (25/10/2024).

Pada 2018, Rizka akhirnya mencari informasi lewat media sosial. Kegiatan yang diinisiasi oleh Sekolah Calon Ibu atau SCI itu pun menjadi pintu masuknya untuk menyiapkan diri menjadi ibu yang berkualitas untuk berumah tangga.

"Ikut itu di 2018, kalau enggak salah itu sudah SCI batch keenam. Sebelum pulang ke Jambi aku harus banget nih ikut," katanya semangat.

Peserta Sekolah Calon Ibu (SCI) melakukan praktik memandikan bayi dalam materi yang disiapkan. (dok.Istimewa)
Peserta Sekolah Calon Ibu (SCI) melakukan praktik memandikan bayi dalam materi yang disiapkan. (dok.Istimewa)

Awal tahun 2018 dan selama dua bulan mengikuti kegiatan tersebut, Rizka banyak mendapat ilmu baru. Di samping ilmu praktik, juga mendapatkan bagaimana di dalam Islam mengajarkan manusia terutama seorang perempuan menjadi ibu di dalam rumah tangga.

Baca Juga:Menanti Relokasi, Siswa SDN Nglarang Belajar Berdampingan dengan Debu Proyek Tol

Peserta SCI yang seangkatan dengan Rizka mencapai 50 orang. Peserta sebanyak itu, dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan seorang fasilitator. Kegiatannya pun beragam, mulai dari Focus Group Discussion (FGD) hingga membuat rancangan sendiri untuk masa depan ketika berumah tangga.

SCI yang berada di bawah Yayasan Rumpun Nuraini tak hanya menyasar perempuan untuk menjadi ibu yang berkualitas. Sekolah Calon Ayah (SCA) juga dibuat untuk menyasar para pria yang ingin menyiapkan diri sebagai pemimpin rumah tangga.

Andhika Reksa, salah satu alumnus SCA yang hingga saat ini masih terus berkontribusi untuk kegiatan di dalam yayasan ini pun banyak mendapat manfaat. Ia juga lebih siap menjadi seorang ayah dengan ribuan permasalahan rumah tangga yang akan ia hadapi ke depan.

"Di sini diajari bagaimana manajemen konflik, lalu memahami sifat dasar wanita seperti apa. Kemudian manajemen anger, manajemen marah ya, karena aku juga orang yang tempramen, nah gimana orang-orang kayak aku ketika ada masalah dengan keluarga terutama dengan istri itu gimana manajemennya," ujar Reksa.

Menurut Reksa ada materi yang berbeda ditawarkan dari SCA. Ia tak menampik bahwa kegiatan atau seminar pra-nikah sangat banyak dan kerap ia ikuti.

Mulai membahas soal kesiapan seorang suami dan harus memiliki penghasilan karena sebagai kepala rumah tangga, di SCA sendiri tidak banyak membahas hal itu. Melainkan beberapa hal penting termasuk praktik sebagai seorang suami membina rumah tangga.

Di sisi lain, SCA dan SCI juga membahas masalah seks, di mana kata ini memang tabu dibahas dalam beberapa forum. Tetapi bagi Reksa, pembahasan seks dalam berkeluarga sangat penting, tetapi selama di tempat dengan orang-orang yang juga tepat.

"Termasuk juga ada fiqih-fiqih terkait berumah tangga dan juga mencari maisyah, atau penghasilan yang kalau tidak terbiasa sebagai pegawai bisa berjualan dengan cara yang efektif," ungkap dia.

"Di SCA kita diajari perbumbuan. Jadi bisa bedain mana kunyit, mana laos. Ya menyiapkan MPASI [untuk bayi]. Laki-laki kan memang menyiapkan nafkah ya, tapi nafkah itu tidak mentah, jadi harus dihidangkan dan dimakan. Dan laki-laki juga harus bisa masak," ujar Reksa.

Alumnus SCI dan SCA, Andhika Reksa dan Rizka Saumi saat ditemui di Cangkringan, Sleman, Jumat (25/10/2024). [Suarajogja.id/ M Ilham Baktora]
Alumnus SCI dan SCA, Andhika Reksa dan Rizka Saumi saat ditemui di Cangkringan, Sleman, Jumat (25/10/2024). [Suarajogja.id/ M Ilham Baktora]

Reksa dan Rizka, merupakan alumni SCI dan SCA yang membawa ilmu baru sebagai seorang suami dan juga istri. Bahkan kedua alumni ini memutuskan untuk menikah dan menjadi pasangan suami istri pada 2023 lalu. Padahal selama mengikuti acara bahkan hingga menjadi panitia keduanya tak sering bersalam sapa.

Pertemuan keduanya hingga memutuskan menikah pun tak lepas dari peran SCI. Di mana Reksa mengaku sudah sangat siap menjadi kepala rumah tangga. Selepas keduanya kembali ke tempat tinggal masing-masing, temasuk Rizka yang kembali ke Jambi dan Reksa yang berada di Kalimantan, kedunya justu bertemu kembali di Kota Pelajar.

Berawal dari tawaran kerja dari Founder SCI dan SCA kepada Reksa yang gayung bersambut diterima dan saat itu Reksa banyak berkegiatan di Jogja. Pada waktu yang tak jauh berbeda pun, Rizka juga ditawarkan untuk ke Jogja dan dikenalkan dengan Reksa.

"Karena sudah tahu karakternya selama di SCI juga ya akhirnya menerima dan kita menikah 2023 kemarin," ujar Rizka.

Ilmu selama di SCI, terutama materi self healing menjadi salah satu faktor juga yang membuat Rizka merasakan manfaat saat menikah. Pasalnya dalam beberapa materi Rizka mengetahui bagaimana memahami orang tuanya termasuk pribadi dia.

Saat dilamar hingga ke akad nikah, Reksa dan Rizka bahkan tak mengalami kendala sama sekali. Respon orang tuanya pun tidak banyak menuntut selama prosesi keduanya menikah. Pada tahun pertamanya menjalani bahtera rumah tangga juga mereka nikmati.

Rizka berujar bahwa sejauh ilmu yang ia dapatkan selama di SCI ia berusaha untuk belajar bagaimana menjadi ibu yang baik. Beruntungnya, Reksa yang menjadi kepala rumah tangga juga mengamini bahwa dasar untuk mau belajar bersama dalam rumah tangga bisa menciptakan keluarga harmonis ke depan.

Bersama-sama Membangun di 2014

SCI mengawali kegiatannya pada 2014 lalu. Sekolah untuk calon ibu dan ayah ini ingin memberikan pendidikan konkret terutama para anak muda bagaimana memegang tanggungjawab sebagai ibu dan juga ayah.

Yazid Subakti, Founder SCI dan SCA ini tak menampik kegiatan atau seminar pra-nikah sudah sering diselenggarakan. Namun sifatnya hanya sebatas motivasi dan pelajaran fiqih yang berakhir dengan pernikahan dan mencari jodoh.

"Peserta ini tentu bertanya-tanya, caranya bagaimana?, menemukan jodoh itu bagaimana?. Apakah itu lebih penting daripada nanti kalau sudah berumah tangga?," ungkap Yazid.

Yazid tak hanya sendiri membangun sekolah tersebut. Bersama istrinya, Deri Rizki Anggarani. Dua founder ini bersama-sama membangun sekolah yang dibutuhkan para calon ibu dan ayah agar tak salah langkah dalam membangun rumah tangga.

Membangun kegiatan ini pun Yazid dan Deri melakukan banyak riset. Bahkan 10 tahun lamanya mereka menyiapkan sejak 2004. Pada 2014, keduanya memulai SCI yang mendapat antusias dan respon positif, bahkan jumlah peserta mencapai 98 orang.

Deri yang merupakan lulusan Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) melihat bahwa seminar pra nikah tak hanya harus duduk mencatat dan memilah kriteria calon suami atau istri yang tepat. Pasalnya kesehatan dalam berumah tangga juga penting.

"Bagaimana dari sisi kesehatannya, bagaimana dia harus memandikan bayi, sehingga dari situ kita racik pelatihan yang tak hanya materi, tapi ada praktiknya," ujar Deri.

Sekolah yang memberikan warna baru di dunia pra nikah ini tak lepas dari Yazid dan Deri yang kerap membagikan ilmu parenting. Pertanyaan, termasuk keluhan para ibu atau ayah muda ditampung hingga akhirnya bersama-sama dibuatkan satu kurikulum dalam menjawab keluhan mereka.

"Ya mulai dari komunikasi dengan suami itu seperti apa, menghadapi konflik dengan mertua nanti seperti apa?. Jawaban-jawaban itu lah yang ingin kami bagikan," kata Yazid.

Dalam praktiknya, SCI sudah digelar ke-13 kali. Banyak alumnus yang masih terus berkontribusi untuk kegiatan itu hingga di tahun 2024 ini.

Yazid dan Deri menggandeng para 'lulusan' sekolah ini yang membuatnya berjalan lebih mantap untuk membangun bersama bagaimana menciptakan keluarga yang harmonis dari hal-hal dasar dan terkecil dulu.

Peserta yang terdiri dari perempuan mengikuti materi dalam kegiatan Sekolah Calon Ibu (SCI) di Sleman. (dok.Istimewa)
Peserta yang terdiri dari perempuan mengikuti materi dalam kegiatan Sekolah Calon Ibu (SCI) di Sleman. (dok.Istimewa)

Berkarya hingga Dikenal Luas

Kegiatan yang dimulai dari ide kecil Yazid dan Deri menjadi buah manis. Banyak dari peserta yang antusias. Meskipun, Yazid tak menampik bahwa sekolah ini lebih menarik calon ibu dibanding calon ayah.

"Kalau pria kan kadang berpikir, kalau seperti ini [pendidikan untuk calon ayah] enggak usah deh. Jadi memang agak sulit untuk mengajak para bapak-bapak ini dibanding perempuan," katanya.

Kendala dalam membangun sekolah ini pun kata Yazid adalah dinamika yang pasti ia temui bersama istrinya. Sejauh perjalanannya membangun sekolah ini juga mendapat apresiasi.

Karyanya yang diriset sejak 2004 dan terus berkembang hingga 2024 ini juga dilirik oleh Astra pada 2022 lalu. Bergerak dalam bidang pendidikan pernikahan, SCI menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi 2022.

Tak hanya satu, beberapa penghargaan lain pun diterima oleh SCI sejauh mereka bergerak. Bahkan hadiahnya pun tak tanggung-tanggung, umroh menjadi salah satu hadiah yang ia terima termasuk uang pembinaan.

Mendapatkan salah satu validasi terhadap karyanya yang banyak membantu calon ibu dan ayah, Deri tak menampik ini menjadi semangatnya. Apalagi peserta termasuk para alumni kerap terlibat dan berkontribusi untuk SCI dan SCA.

"Ya menurut kami tidak ada alasan untuk berhenti dan harus terus bergerak. Kalau dulu personal dan 2016-2017 kami membuat yayasan, dan secara legal formal SCI sudah di bawah Yayasan Rumpun Nurani," kata Deri.

Dari SCI dan SCA yang ia kembangkan, Yazid dan Deri juga mendapat amanah untuk membangun pesantren bernama Pesantren Nuraini. Di mana santrinya diajarkan untuk dekat dengan teknologi dengan basis ilmu agama yang kuat.

Kembali ke SCI, Deri mengungkapkan bahwa SCI dan SCA memang dibuka untuk umum, dengan latar belakang keyakinan yang berbeda, peserta bisa ikut dalam praktik hingga materi yang diberikan.

"Kita pernah dapat peserta dari Nasrani dan Budha juga, dan memang tidak ada masalah. Kalau materi soal fiqih sebenarnya sudah dijelaskan sejak awal di pendaftaran dan mereka tidak keberatan," kata dia.

Beberapa materi di SCI tak melulu soal fiqih, namun ada muatan self development yang hampir seluruh calon ayah dan ibu perlu untuk melatihnya ketika sudah menjadi keluarga.

"Misal seperti mengenal diri kita sendiri, membuat vision board. Jadi ada papan mimpi yang mereka buat untuk masa depannya," sebut Deri.

Materi yang diberikan pertama kali, SCI ingin membongkar luka batin yang dimiliki oleh pesertanya. Meski calon ayah atau ibu ini merasa dalam kondisi yang positif dan merasa tak pernah memiliki masalah besar dalam hidup, tapi ada beberapa momen yang bisa membekas di pikirannya yang menjadi luka di batin mereka.

"Manusia itu kan tidak sempurna, pasti punya luka. Nah kami memberikan penyadaran kepada peserta untuk merawat luka itu untuk sembuh. Karena jika ia tak sadar memiliki luka, dia akan sombong, merasa tidak ada luka tapi malah menyakiti orang lain," ungkap dia.

Materi yang ditawarkan memang beranekaragam. Mulai dari self development, ilmu tentang seksologi, manajemen konflik di rumah tangga, praktik memandikan dan merawat bayi, penyadaran luka batin, manajemen keuangan, hingga diskusi-diskusi tentang fiqih Islam dalam berumah tangga.

Peserta SCI dan SCA juga nantinya diajak untuk berkemah di alam terbuka melakukan solo bivak. Peserta diajak ke bumi perkemahan yang ada di Sleman dan diminta untuk bertahan seorang diri dan tak boleh meminta bantuan peserta lain selama kegiatan ini berlangsung.

Materi lainnya juga diajari dalam membela diri untuk calon ayah. Selain itu calon ibu juga diajari cara memanah dan menunggang kuda.

Banyaknya materi yang ditawarkan oleh SCI, Yazid menyebutkan bahwa memang memasang tarif untuk peserta. Harga yang ditawarkan pun sudah menyesuaikan ilmu dan kebutuhan selama kegiatan berlangsung. Dengan Rp900 ribu peserta diajak benar-benar memahami konsep ayah dan ibu dalam membangun keluarga yang sehat.

Peserta Sekolah Calon Ibu (SCI) yang melakukan solo bivak di salah satu Bumi Perkemahan yang ada di Sleman. (dok.Istimewa)
Peserta Sekolah Calon Ibu (SCI) yang melakukan solo bivak di salah satu Bumi Perkemahan yang ada di Sleman. (dok.Istimewa)

Melanjutkan Cetak Keluarga Harmonis

Mendekati akhir tahun 2024 fenomena perselingkuhan hingga KDRT yang dialami pasangan suami istri sangat masif. Tak hanya masyarakat, kalangan artis dan influencer pun mengalami hal serupa.

Kondisi ini tentu menciptakan rasa khawatir dan ketakutan oleh calon ibu dan ayah untuk membangun rumah tangga. Di sisi lain KDRT dan perceraian berpengaruh dengan kondisi anak di masa depan.

SCI menghadirkan antisipasi dengan cara menebar ilmu kepada para peserta agar lebih siap serta mampu menangkal polemik yang disebutkan di atas.

Yazid Subakti juga mengungkapkan bahwa munculnya SCI dan SCA merupakan salah satu keresahan terhadap kondisi seorang anak yang banyak memutuskan untuk mengakhiri hidup. Dari kacamatanya, kondisi keluarga yang tidak terbangun secara harmonis membuat luka diri setiap anak berakhir dengan cara yang mengenaskan.

Memang tidak bisa disimpulkan bahwa keputusan bunuh diri berasal dari keluarga. Namun ketika dalam lingkungan terkecil saja bisa menjadi pohon rimbun yang membuat anak merasa aman, penyelesaian masalah dan keputusan mengambil langkah bisa lebih bijak dilakukan seorang anak.

"Kalau orang tua tidak selesai dengan masalah dirinya sendiri dan tidak segera dicegah sedini mungkin itu bahaya. Saya tidak mau anak saya akan bertemu dengan anak yang seperti itu, maka saya niatkan sejak 2014 ini untuk berkontribusi membentuk ayah ibu yang lebih baik," ujar Yazid.

Yazid dan Deri pun meyakini jika kegiatan seperti SCI serta seminar pra nikah terus dilanjutkan, 10 hingga 20 tahun kemudian bisa menjadi salah satu kontribusi menurunkan persoalan di dalam rumah tangga.

"Harapan kami tentu produk dari SCI dan SCA ini menjadi agen perubahan. Ada yang sudah jadi alumni, di kampung atau di kantornya bisa mempengaruhi lingkungan mereka sebagai karakter orang tua yang sehat," kata Yazid.

Meski tak ingin jumawa dengan karya sosial yang dia bangun, Yazid tak menampik bahwa ilmu dari SCI yang didapat para peserta dan alumninya kembali diterapkan di lingkungan tempat tinggal mereka.

"Jadinya sebagai penggerak [para alumni] juga di rumah mereka," tambah Deri.

SCI diharapkan memiliki peran besar untuk calon ibu dan ayah yang akan membina rumah tangga. Deri mengungkapkan bahwa aksinya ini ingin mengajak orang untuk tidak takut dan menyiapkan diri dalam hubungan rumah tangga ke depan.

Bekal yang diberikan selama lebih dari dua bulan bisa diterapkan selama nanti di dalam keluarga baru. Termasuk fenomena perceraian dan KDRT bisa ditangkal, di mana peserta sudah putus dengan luka batin yang dia alami dari salah satu materi self healing yang mereka ikuti.

Dengan rangkaian materi dan praktik yang ada, Yazid dan Deri bermimpi SCI bisa terus berlanjut dan berkontribusi. Terutama mencetak pasangan suami istri yang mampu menjawab tantangan era sekarang dalam membangun keluarga harmonis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak