Mengurai Nasib Nelayan Gunungkidul: Terjerat Gaya Hidup Hedon hingga Minim Perlindungan

Nasib nelayan Gunungkidul nyatanya masih jauh dari layak. Disamping hasil tak menentu dan biaya operasional yang besar, mereka juga diliputi hidup hedon dan tak punya asuransi

Galih Priatmojo
Senin, 18 November 2024 | 12:54 WIB
Mengurai Nasib Nelayan Gunungkidul: Terjerat Gaya Hidup Hedon hingga Minim Perlindungan
Ilustrasi perahu nelayan. [Ist]

SuaraJogja.id - 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut' menjadi nyanyian yang senantiasa membekas di sanubari Sugeng (35).  Pria asal Dusun Watubelah, Kemadang itu memilih jalan hidup sebagai nelayan di wilayah Pantai Baron mengikuti jejak keluarganya. 

Selepas lulus SMA tahun 2002 yang lalu, Sugeng mulai terjun sebagai nelayan setelah ikut sang kakak. Keduanya menekuni sebagai nelayan mengikuti jejak ayah mereka yang juga telah menekuni profesi tersebut bertahun tahun. 

Meski telah memilih jalan hidupnya sebagai nelayan, pada tahun 2006, Sugeng sempat mengalami kondisi putus asa karena tidak ada peningkatan dalam hidupnya. Hingga akhirnya dia mencoba peruntungan di daerah lain. Dia memutuskan untuk pergi ke Semarang bekerja menjadi buruh pabrik. 

"Tiga tahun saya di Semarang. Ndak betah dan pulang lagi. Saya pilih jadi nelayan saja," ujarnya kepada tim Suarajogja.id, Jumat (15/11/2024). 

Baca Juga:Perahu Terbalik Digulung Ombak, Seorang Nelayan Ditemukan Tewas di Pantai Watulumbung Gunungkidul

Sebagai nelayan, beragam tantangan termasuk ombak besar telah jadi bagian dari rutinitasnya. Bahkan tahun 2022 silam, bapak satu anak ini sempat merasakan ganasnya ombak Samudera Hindia. Kala itu, perahunya terbalik dihempas ombak di Pantai Midodareni. Dia dan rekannya terlempar dari kapal dan sempat terombang-ambing gelombang. Beruntung kala itu dia dan rekannya memakai jaket pelampung sehingga masih bisa mengambang dan berhasil menepi ke daratan. 

"Untungnya itu tidak jauh dari daratan. Setelah berenang setengah jam, kami bisa sampai ke daratan," tambahnya. 

Sugeng mengaku bersyukur karena tak mengalami luka berat dan hanya goresan saja. Sementara perahu miliknya hanya mengalami kerusakan ringan. Dan berhasil dievakuasi ke daratan dengan cepat oleh rekannya sesama nelayan. 

Perahu terbalik menjadi pelajaran berharga bagi dirinya untuk lebih berhati-hati terutama dalam memperhatikan gejala alam. Beruntung sekarang ada aplikasi yang memudahkan para nelayan untuk melihat kondisi cuaca dan gelombang laut. 

"Sekarang kalau mau melaut kami lihat prediksi gelombang dulu. Kalau ada ombak 1-2 meter kami berangkatnya agak siang, jam 05.00 WIB. Tapi kalau landai kami berangkat lebih pagi jam 03.00 atau 04.00 WIB," kata dia. 

Baca Juga:Peneliti UGM Sebut Temuan Gua di Gunungkidul Tak Bahayakan JJLS

Disamping situasi alam yang berubah-ubah, hasil yang tak menentu juga jadi tantangan tersendiri bagi Sugeng dan kawan-kawan sesama nelayan. Hal itu seperti yang dirasakannya dalam dua pekan terakhir. Dimana ia seringkali mendapatkan hasil yang tidak maksimal. Cuaca yang kurang bersahabat dianggap sebagai biangnya lantaran tangkapannya sepi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak