Membuka Mata tentang Pendidikan Inklusif Lewat Film 'Bird of a Different Feather'

Film ini merupakan perjalanan Sonia hingga bertransformasi dari remaja yang diremehkan menuju perempuan yang dapat berdamai dengan kondisinya.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 23 November 2024 | 09:51 WIB
Membuka Mata tentang Pendidikan Inklusif Lewat Film 'Bird of a Different Feather'
Diskusi usai pemutaran film Bird of a Different Feather di Empire XXI Yogyakarta, Jumat (22/11/2024). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Pendidikan inklusif sudah seharusnya diterapkan bagi semua anak untuk mengenyam pendidikan berkualitas. Isu itu yang coba dipotret melalui film 'Bird of a Different Feather'.

Debut penyutradaraan Manohara K, itu mengeksplorasi kondisi bocah berusia 12 tahun bernama Sonia yang mengidap albinisme di India. 

Albinisme diketahui merupakan kelainan bawaan lahir yang menyebabkan pigmen tubuh, yakni melanin, menjadi berkurang atau tidak ada sama sekali. Sehingga mata, rambut, dan kulit cenderung pucat atau bahkan berwarna putih seluruhnya.

Sonia berasal dari keluarga miskin di desa kecil dekat Bengaluru. Ayahnya yang pecandu alkohol yang hampir tak menganggapnya karena kondisinya, kasih sayang itu datang hanya dari ibu dan adiknya. 

Baca Juga:JAFF19 Kembali, 180 Film Asia Pasifik Siap Tayang di Yogyakarta

Perjalanan Sonia dimulai ketika diterima di sekolah baru di kota itu dengan teman-teman sekelas baru. Namun pandangan sinis hingga diskriminatif karena penampilannya, dan guru-gurunya apatis membuatnya harus berjuang ekstra.

Film ini merupakan perjalanan Sonia hingga bertransformasi dari remaja yang diremehkan menuju perempuan yang dapat berdamai dengan kondisinya. 

Tidak sekadar membawa penonton untuk mengikuti perjalanan Sonia menjalani hari-harinya. Film yang diangkat dari memoar dari penulis naskah film ini sendiri, seolah membuka mata masyarakat tentang makna inklusivitas itu sendiri.

Fasilitator di Sekolah SALAM, Gernata Titi mengatakan tak hanya menekankan pada institusi pendidikan formal. Film ini menyentil pula peran penting orang tua sebagai pendidikan pertama bagi anak di rumah.

"Ki Hajar Dewantara, beliau pernah menulis tentang tri sentra. Pendidikan tidak hanya berpusat di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, pendidikan seharusnya berpusat di keluarga terlebih dahulu, kemudian sekolah sebagai sistem pendidikan formal dan lapisan ketiga adalah masyarakat. Jadi menurut saya kalau kita bicara tentang pendidikan, ketiga ekosistem itu, punya tanggung jawab terhadap pendidikan seorang anak," kata Titi seusai pemutaran, di Empire XXI Yogyakarta, Jumat (22/11/2024).

Baca Juga:Angkat Isu Poligami, Film Tengah Sampaikan Perspektif Baru Soal Hukum Keluarga Islam

Ketika kemudian ditarik kepada kondisi pendidikan di Indonesia sekarang, Titi menyebut konsep tri sentra itu belum sepenuhnya dipahami secara luas. Orang tua tak jarang hanya berfokus pada pendidikan formal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak