Kerap Jadi Lokasi Syuting Film, DIY Bisa Raup Pendapatan hingga Rp30 Miliar

Disamping jadi sarana promosi pariwisata, banyaknya produksi film yang digelar di Jogja memberikan sumbangan pendapatan yang lumayan. Nilainya bisa puluhan miliar

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 19 November 2024 | 16:47 WIB
Kerap Jadi Lokasi Syuting Film, DIY Bisa Raup Pendapatan hingga Rp30 Miliar
Suasana lokasi syuting Bumi Manusia di Desa Gamplong Jogja (instagram).

SuaraJogja.id - Film tidak hanya memberi dampak langsung kepada industri perfilman, tetapi juga memberikan multiplier effect yang signifikan pada ekonomi lokal.

Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif (Ekraf) Dinas Pariwisata DIY Iwan Pramana menyampaikan dari data yang dihimpun oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) subsektor film, animasi dan video merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif di Indonesia.

DIY sebagai salah satu daerah tujuan utama syuting film ikut merasakan dampak itu. Berdasarkan kajian Bekraf, kata Iwan, setiap produksi film skala besar yang mengambil lokasi di DIY dapat menyumbang hingga Rp1-5 miliar dalam bentuk pengeluaran produksi lokal.

Pengeluaran ini berasal dari berbagai sektor yang mendukung produksi, mulai dari akomodasi, transportasi, konsumsi, sewa lokasi serta pembayaran tenaga kerja lokal.

Baca Juga:Kecewa Masih Lihat Tumpukan Sampah di Depo Mandala Krida, Menteri Lingkungan Hidup Bakal Panggil Pemkot Jogja

Selain itu, Iwan turut mengungkapkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DIY. Data BPS menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata 10-15 persen dalam kunjungan wisatawan di lokasi-lokasi wisata yang menjadi lokasi syuting film populer.

Sektor-sektor seperti perhotelan, restoran, dan transportasi lokal meraih manfaat langsung dari kru produksi dan wisatawan. BPS memperkirakan bahwa satu produksi film berukuran sedang hingga besar bisa memberikan pendapatan tambahan sekitar Rp500 juta hingga Rp2 miliar bagi sektor-sektor pendukung selama masa syuting berlangsung.
 
Dipaparkan pula oleh Iwan data studi kasus dari UGM. Dari sana menunjukkan bahwa efek langsung dari satu produksi film yang berlangsung selama 1-2 minggu di Yogyakarta bisa mencapai Rp800 juta hingga Rp1,5 miliar. Jumlah ini mencakup belanja lokal seperti sewa tempat, akomodasi, makan, transportasi, dan keperluan produksi lainnya.

Efek berantai tidak hanya berhenti pada masa produksi saja. Lokasi yang menjadi tempat syuting biasanya menarik wisatawan bahkan bertahun-tahun setelah film dirilis. Studi ini mencatat multiplier effect hingga 1,5 kali lipat dari belanja awal produksi dalam jangka panjang, terutama jika film tersebut populer dan memicu pariwisata.

Memang tidak melulu soal horor yang kemudian diproduksi di Jogja, lokasi-lokasi arus utama yang dinilai ikonik misal Malioboro, Kraton, kawasan candi, Tugu Yogyakarta, desa wisata, pantai serta ada pula studio alam Gamplong di Sleman hampir tak pernah absen menghiasi perfilman Indonesia.

Lokasi-lokasi ini kerap menjadi pilihan sutradara film untuk mengangkat kekayaan budaya dan alam Yogyakarta, yang dianggap sebagai representasi yang kuat ataupun hanya dijadikan latar saja tanpa. Namun apapun itu mengambil lokasi syuting di Jogja akan memberi dampak secara langsung maupun tidak.

Baca Juga:Penjual Cilok di Sleman Tertabrak Motor saat Dorong Gerobak, Begini Kronologinya

"Sektor ekonomi yang terlibat sangat beragam, mulai dari penginapan, transportasi, hingga kuliner. Bahkan desa-desa wisata yang selama ini belum terlalu dikenal, bisa mendapatkan manfaat besar jika film yang disyuting di sana mendapatkan perhatian besar," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak