SuaraJogja.id - Guru Besar bidang Manajemen Kebijakan Publik dari Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo, menyoroti Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen ASN yang tak kunjung menemui kejelasan. Menurutnya komitmen pemerintah dan perumus kebijakan pada basis pendidikan pengembangan SDM sudah mulai luntur.
"Kita menyayangkan perhatian pemerintah dan perumus kebijakan justru semakin luntur. Pendidikan yang menentukan daya-saing bangsa semakin tidak diperhatikan," kata Wahyudi, Minggu (19/1/2025).
Wahyudi juga menilai langkah Kemendiktisaintek saat ini juga sangat membingungkan. Pasalnya, dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 447/P/2024 sudah dijelaskan tentang rencana untuk memberikan Tukin dan mestinya sudah masuk ke mata anggaran pemerintah.
"Sangat aneh jika ternyata Kementerian ini justru mengatakan bahwa dananya dari APBN belum ada. Sekarang ini prioritas pemerintah betul-betul sangat membingungkan," ujarnya.
Baca Juga:Pemerintah Tengah Persiapkan Tukin untuk Dosen ASN, Total Anggaran Rp2,8 Triliun
"Rencana pemerintah untuk program MBG sudah mulai jalan, Kemenhut akan mau buka jutaan Hektare lahan untuk pangan, sementara banyak Menteri di kabinet yang tambun ini yang mengeluhkan bahwa anggaran mereka masih kurang. Apakah semua alokasi anggaran harus dilakukan melalui 'kuat-kuatan' negosiasi?" imbuhnya.
Disampaikan Wahyudi, persoalan tukin dosen ASN bermula pada perubahan Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil (UU PNS) menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) pada 2015. Perubahan tersebut turut menyinggung postur anggaran, baik untuk yang berstatus PNS maupun PPPK.
Selain itu, adanya Undang-Undang Guru dan Dosen diterbitkan pada 2005, proses sertifikasi dosen (serdos) belum selesai sepenuhnya. Terutama bagi dosen muda yang belum memenuhi syarat sertifikasi.
"Nah, mereka itu tidak mendapatkan tunjangan, yang sudah punya sertifikasi dosen, mereka dapat, yang belum serdos ini yang punya masalah, mereka menuntut," tuturnya.
Para dosen yang belum memiliki serdos itu pun, kata Wahyudi telah mengajukan tuntutan agar mereka mendapatkan tukin sebagai pengganti tunjangan profesi. Namun, pengesahan tukin tersebut ternyata membutuhkan waktu cukup lama.
Baca Juga:Bupati Gunungkidul Kembali Pecat ASN, Kali Ini karena Terlibat Kasus Korupsi
Hal itu kian rumit dengan adanya perubahan struktur nomenklatur kementerian. Jika sebelumnya Kemenristekdikti ke Kemendikbudristek hingga kini menjadi Kemendiktsaintek.
Dalam hal ini, Wahyudi berpendapat ada kecenderungan pola alokasi anggaran yang kurang teratur di tingkat pemerintahan. Seperti yang ada di dalam negosiasi kenaikan tunjangan para hakim sampai melibatkan Presiden turun secara langsung.
Jika tunjangan kinerja dosen ini belum terealisasi, dia bilang, bukan tak mungkin akan ada berbagai aksi lagi baik dari komunitas dosen dan guru.
"Saya melihat sebenarnya kondisi ini tidak sehat karena semua hal terkait pendanaan Kementerian dan lembaga dasarnya adalah negosiasi politik, bukan berdasarkan kebutuhan objektif dari program di setiap kementerian," kata dia.