Efisiensi Anggaran Hingga Penutupan USAID, Riset Penyakit Tropis di Indonesia Terancam Mandeg

Belum lagi efisiensi anggaran yang terjadi di Kementerian Kesehatan maupun Kemdiktisaintek akan berpengaruh besar pada penelitian perguruan tinggi.

Galih Priatmojo
Minggu, 16 Februari 2025 | 13:13 WIB
Efisiensi Anggaran Hingga Penutupan USAID, Riset Penyakit Tropis di Indonesia Terancam Mandeg
Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata menyampaikan paparan terkait dampak efisiensi anggaran pemerintah di Yogyakarta, Sabtu (15/2/2025). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Kesehatan menjadi salah satu sektor yang tidak hanya terdampak kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto. Rencana penutupan lembaga kemanusiaan United States Agency for International Development (USAID) akibat efisiensi anggaran Presiden AS, Donald Trump juga mengancam keberlangsungan berbagai program kesehatan di Indonesia, termasuk penelitian penyakit tropis seperti Tubercolosis (TBC), malaria dan AIDS.

"Permasalahan yang dihadapi [sektor kesehatan] tidak hanya efisiensi anggaran [indonesia], tapi keluarnya Amerika dari WHO (badan kesehatan dunia-red) dan menghentikan operasional USAID, itu institusi yang banyak menyandang dana untuk riset TBC yang selama banyak kita kembangkan, itu dari luar, bukan dari dalam negeri. Sehingga [efisiensi anggaran dalam dan luar negeri] akan sangat berdampak kedepan," papar Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Yodi Mahendradhata disela rangkaian Dies Natalis ke-79 di Yogyakarta, Sabtu (15/2/2025).

Saat ini, penelitian yang dilakukan perguruan tinggi masih menggunakan dana yang tersedia dari bantuan luar negeri. Tetapi ke depannya dana dari luar negeri yang biasa kita terima untuk penelitian, termasuk riset seperti TBC, akan semakin terbatas. 

Padahal Indonesia merupakan negara dengan kasus TBC terbanyak kedua di dunia setelah India. Berdasarkan data WHO, Indonesia menyumbang sekitar 10 persen kasus TBC di dunia.

Baca Juga:DIY Bidik Peluang Wisata Insentif Hadapi Efisiensi Anggaran Pemerintah

Belum lagi efisiensi anggaran yang terjadi di Kementerian Kesehatan maupun Kemdiktisaintek akan berpengaruh besar pada penelitian perguruan tinggi. Apalagi dua kementerian itu disebut paling banyak dipangkas anggarannya oleh pemerintah.

"Padahal dana-dana yang ada jadi andalan kami untuk riset, tapi efisiensi itu  berdampak besar bagi kita. Kalau FKKMK itu bantuan dari Kemdiktisaintek akan berkurang, padahal selama ini kita banyak bekerjasama juga dengan kementerian kesehatan dan lembaga luar negeri, bantuan pasti akan berkurang juga," paparnya.

Berkaca dari pandemi COVID-19, pemangkasan angagran akhirnya disiasati melalui inovasi dan terobosan yang dimiliki perguruan tinggi yang memiliki fakultas kesehatan. Pola-pola itu diharapkan juga bisa dimunculkan kembali.

"Semangatnya adalah meskipun dana terbatas, hal ini seharusnya tidak menghentikan kita. Justru ini menjadi dorongan untuk berpikir kreatif dan menghasilkan solusi yang lebih efektif dan efisien," ungkapnya.

Sementara Direktur Utama RS Akademik UGM, Darwito mengungkapkan, kebijakan efisiensi anggaran bisa saja berdampak pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan di Kementerian Kesehatan. Bila hal itu terjadi maka klaim rumah sakit untuk pasien BPJS bisa terganggu.

Baca Juga:Selamatkan Infrastruktur, Pakar UGM Desak Pemerintah Prioritaskan Proyek dan Gandeng Swasta

"Padahal di RS Akademik UGM, hampir 85 persen pasien kami BPJS, yang 15 persen pasien umum. Selama BPJS tidak dipotong, ya kita aman, tapi kalau tidak ya bagaimana. BPJS harus bisa membayar klaim karena BPJS sebagai lembaga wali amanat, ya pemerintah harus hadir," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini