SuaraJogja.id - Presiden Prabowo Subianto siap membentuk Badan Pengelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bernama Danantara pada 24 Februari 2025 besok. Badan yang disiapkan untuk menggenjot ekonomi melalui investasi strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini rencananya diawasi seluruh Presiden Indonesia seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarno Putri dan Joko Widodo (Jokowi).
Kebijakan ini menjadi sorotan sejumlah tokoh. Sebut saja ekonom Anthony Budiawan yang menyebutkan pengawasan Danantara oleh mantan presiden RI, termasuk Jokowi tidak dilakukan. Apalagi saat ini banyak bermunculan seruan mengadili presiden ke-7 RI tersebut.
"Pengawasan [Danantara] diserahkan pada orang yang kita tuntut untuk diadili. Kita suarakan bersama untuk menolak, dewan pengawas ini," ujar Anthony dalam Diskusi Publik 'Pelanggaran Konstitusi Era Jokowi, Ancaman Demokrasi, dan Masa Depan Indonesia' di UAD Yogyakarta, Rabu (19/2/2025).
Keberadaan Dewan Pengawas (dewas) yang melibatkan Jokowi tersebut disebut Anthony tidak tepat. Sebab selama masa kepemimpinannya, Jokowi disebut melakukan sejumlah pelanggaran hukum, termasuk pelanggaran konstitusi dan kebijakan publik yang bisa mengakibatkan kerugian negara.
Baca Juga:Muhammadiyah Soroti Efisiensi Anggaran Prabowo di Tengah Pengangkatan Deddy Corbuzier
"Nah intinya pengawasan ini harus diperhatikan karena akan diserahkan pada orang yang dituntut karena banyak sekali korupsi," tandasnya.
Hal senada disampaikan pengamat kebijakan, Said Didu yang menungkapkan tidak semestinya Jokowi diangkat sebagai salah satun dewas BPI Danantara. Di tengah munculnya tagar Indonesia Gelap yang ramai diperbincangkan di sosial media (sosmed), Jokowi dianggapnya bertanggungjawab atas kondisi yang meresahkan tersebut.
"[Pemilihan Jokowi sebagai dewas Danantara] yang kita lawan sekarang," ujarnya.
Sementara sosiolog Okky Madasari mengungkapkan, betapa bagus tujuannya dan klaim yang disampaikan Prabowo akan Danantara, kebijakan tersebut dinilai tidak akan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Sebab kepercayaan publik kepada Presiden dinilai sudah sedemikian rendah karena kepempinannya pun merupakan kelanjutan daro Jokowi.
"Juga fakta bahwa Prabowo masih merupakan keberlanjutan dari Jokowi, dan fakta bahwa pengawas Danantara nanti adalah Jokowi, [memunculkan ketidakepercayaan masyarakat]," ungkapnya.
Okky menyebutkan, publik mencatat adanya inkonsistensi dari Prabowo antara yang diucapkan dan dilakukannya. Prabowo justru dianggap melakukan pemborosan anggaran dengan adanya kabinet yang 'gemuk' ditengah program efisiensi anggaran yang dibuatnya.
"Efisiensi justru tidak jelas karena dia menghabiskan anggaran yang besar [dengan membentuk kabinet yang gemuk]," tandasnya.
Sementara mantan Menpora, Roy Suryo menyoroti bila sosmed menjadi ajang yang tepat untuk menyuarakan keresahan yang terjadi saat ini.
"Apalagi Indonesia memiliki penduduk lebih dari 278,5 juta orang," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi