Kebijakan Pemerintah Blunder Berulang, Pakar Politik UGM Soroti Nihilnya Penghubung Gagasan Presiden ke Menteri

Gaya kepemimpinan Presiden Prabowo adalah solidarity maker

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:30 WIB
Kebijakan Pemerintah Blunder Berulang, Pakar Politik UGM Soroti Nihilnya Penghubung Gagasan Presiden ke Menteri
Kontroversi Sederet Menteri Prabowo Ini Tuai Reaksi Keras (setkab.go.id)

SuaraJogja.id - Kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran masih menjadi perbincangan hangat. Terlebih dengan beberapa kebijakan yang sempat menimbulkan kegaduhan hingga akhirnya dianulir oleh pemerintah sendiri, mulai dari PPN 12 persen hingga terbaru LPG 3 kg.

Menyoroti kondisi itu Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati menilai tidak ada jembatan penghubung antara gagasan yang diungkapkan presiden kepada para pembantu di bawahnya baik kementerian/lembaga.

Mada menyebut gaya kepemimpinan Presiden Prabowo adalah solidarity maker jika mengacu pada gaya kepemimpinan Soekarno-Hatta dulu yang merupakan solidarity maker dan administrator. Namun sayangnya sang Wapres Gibran bukan tipe administrator.

"Pak Prabowo tentu saja bukan tipe pemimpin yang administrator. Nah, tapi sayangnya wakil presidennya juga bukan administrator, tapi bukan juga solidarity maker, gitu ya. Gaya kepemimpinannya itu masih mencari gaya," ujar Mada, Sabtu (8/2/2025).

Baca Juga:Demi Rakyat Gunungkidul, Gerindra Siap Bersinergi dengan Bupati dari Partai Rival

Kondisi itu yang menyebabkan tidak terbentuknya komunikasi atau jembatan yang baik antara gagasan dari presiden ke para pembantunya.

"Tidak ada jembatan untuk mengoperasionalkan gagasan-gagasan abstraknya presiden itu dalam program yang konkret di level kementerian. Itu menurut saya enggak ada, orang atau lembaga yang menjembatani," tegasnya.

"Jadi akhirnya 100 hari pertama kemarin itu, saya ingat Pak Prabowo itu sangat diskursif sekali ya, jadi wacananya berkembang ke mana-mana. Oh, mau ini, mau itu, ya tapi tidak ada ini yang kemudian mengimbangi dengan tipe administrator. Sehingga ya muluk-muluk ambisius yang abstrak-abstrak itu wacananya," sambungnya.

Menurut Mada, sebagian jabatan-jabatan strategis menteri yang masih dipegang oleh sosok dari era Presiden Jokowi pun belum bekerja maksimal. Konteks berkelanjutan yang diangan-angankan selama ini belum terlihat.

"Itu sama sekali belum bisa menterjemahkan gagasan-gagasan itu. Jadi dalam konteks itu sebenarnya semangat kesinambungan antara pemerintahan yang sekarang dengan pemerintahan yang lalu itu sebenarnya belum, belum terbentuk," ujarnya.

Baca Juga:Kebijakan Kembali Normal, Disperindag Sleman Pastikan Stok LPG 3 Kg Mulai Tersedia

Terkait dengan wacana reshuffle atau perombakan kabinet, Mada meminta Presiden Prabowo lebih serius mengevaluasi para menterinya. Jika dirasa 100 hari terlalu singkat, maka bisa dilakukan lagi setelah enam bulan atau maksimal satu tahun.

"Kalau memang dirasakan akselerasinya itu enggak ada, reshuffle mungkin bisa dilakukan atau maksimal itu 1 tahun. Karena kalau kayak gini terus enggak ada perubahan ya, kayak gini terus gitu ya," jelas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini