Selain melakukan lobi kepada Trump, kata Timotius, pemerintah perlu memiliki strategi lain. Termasuk Pemda DIY yang harus segera memikirkan terobosan kreatif untuk menyikapi persoalan ini.
Dia turut menyoroti ekspor industri tekstil yang besar ke Amerika. Menurut Timotius, tarif yang ditetapkan masih cukup kompetitif.
Ketika kemudian dibandingkan dengan negara-negara tetanggal lain yakni Vietnam, Bangladesh, hingga Myanmar yang diketahui mencapai lebih dari 40 persen.
"Artinya kita dari sisi tarif yang dikenakan Trump, kita lebih kompetitif diantara produsen tekstil itu," tegasnya.
Baca Juga:Prabowo Didesak Rangkul Pengusaha, Tarif Trump 32 Persen Bisa Picu PHK Massal di Indonesia?
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY itu juga menyebut perlunya mewaspadai produk-produk luar yang bakal masuk ke Indonesia. Tidak sebatas dari China melainkan ada dari Vietnam, Bangladesh, serta Kamboja.
Peluang ekspor ke sejumlah negara lain bisa menjadi alternatif. Apalagi dengan dollar yang menguat bisa menjadi peluang tersendiri bagi para pengusaha ekspor.
"Meskipun tidak serta merta menggembirakan, karena impor kita barang bakunya banyak dari Tiongkok dan Korea," kata dia.
Terjadi Efek Domino
Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas menyebutkan penurunan permintaan komoditas dari AS akan menjadi momok setelah penetapan tarif tersebut diperlakukan.
Baca Juga:Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!
Efek domino dari situasi tersebut cukup banyak, mulai dari penurunan produksi di dalam negeri hingga efisiensi perusahaan.