Hal itu menurutnya lebih praktis ketimbang harus membawa uang tunai di dompet.
"Sudah jarang banget sekarang pakai uang tunai. Sekarang semua pake QRIS, cuma parkir paling yang enggak. Jadi uangnya tinggal receh-receh aja sih," ungkap Ian.
Budaya masyarakat di era digital ini memang tak lepas dari kemudahan dalam segala hal.
Penggunaan uang digital sebagai transaksi pembelian pun menjadi pilihan sebagian besar masyarakat di Indonesia.
Baca Juga:Jogja Masuk 11 Besar, OJK Terima 58 Ribu Lebih Aduan Kejahatan Keuangan
Mengutip dari pajakku.com, data dari BI, nilai transaksi digital banking telah meningkat hingga 45,64 persen atau Rp39.841,4 triliun secara tahunan (year-on-year) di tahun 2021 lalu sejak QRIS banyak dikenalkan ke orang.
Peningkatan transaksi digital banking ini terus meningkat hingga diproyeksikan mencapai 24,83 persen (yoy) atau Rp49,733,8 triliun di tahun 2022.
Meski menjadi pilihan bagi sebagian warga, pertanyaan pun muncul apakah dengan transaksi digital ini akan menghilangkan uang kertas?.
Jika seluruh masyarakat merasa nyaman dengan digital currency, maka di titik tersebut uang tunai tidak akan diperlukan lagi.
Namun, jika hal ini terjadi, tidak dicetaknya uang tunai seperti uang kertas dan logam, bukan berarti rupiah tidak berlaku.
Rupiah tetap akan menjadi mata uang resmi negara, tetapi bentuknya beralih dari sebelumnya berbentuk fisik menjadi non fisik.
Dengan rencana tersebut, dapat disimpulkan uang kertas masih dapat digunakan dan beredar di masyarakat.
Kemudian, hadirnya uang digital pun diharapkan tidak menjadi ancaman punahnya uang kertas, melainkan menjadi wadah untuk bertransformasi secara digital.
Dimana transformasi digital ini pun akan berdampak pada sektor-sektor lainnya.