SuaraJogja.id - Di sebuah sudut gang desa yang tak terlalu besar di Sembuh Wetan, Sidokarto, Godean, Sleman, berdiri sebuah usaha rumahan.
Namun tangan lihai si pemilik membuatnya kini berkembang menjadi produsen kulit lumpia berskala nasional.
Jempol Food, nama usahanya, adalah bukti nyata dari perjuangan dan ketekunan Bambang Sutrisno, mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan.
Rumah produksinya pun tak mewah bak pabrik yang luas menghampar. Namun tiap sudut kecil dari rumahnya itu bisa dimanfaatkan untuk menjalankan usahanya.
Bahkan kini usahanya telah mempekerjakan puluhan orang dan akhirnya dikunjungi langsung oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding beberapa waktu lalu.
Sulit membayangkan, usaha ini dulunya nyaris bangkrut bahkan dimulai dari sisa-sisa kegagalan dan kerugian yang nyaris membuatnya lumpuh secara finansial.
"Dulu hanya kulit lumpia, dan usahanya itu dulu mau bangkrut sebenarnya," kata Bambang mengenang.
Ia menyamakan akuisisinya terhadap usaha ini dengan kalimat cukup menggelitik.
![Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding (paling kiri) saat mengunjungi usaha milik mantan PMI di Sleman, Bambang Sutrisno. [Hiskia/Suarajogja]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/20/71266-abdul-kadir-karding.jpg)
"Saya beli Mercy dengan harga becak, ibaratnya, gitu," imbuhnya.
Baca Juga:Waspada Jebakan Kerja di Luar Negeri, Menteri Ungkap Modus PMI Unprosedural Incar Anak Muda
Namun lebih dari itu, Bambang tidak sedang bercanda. Setelah kepulangannya dari Korea pada 2013, ia sempat mencoba usaha budidaya gurame.
Sayangnya, bisnis itu justru menghancurkan seluruh modal hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun di negeri ginseng.
"Seluruh duit saya investasikan di situ, habis semuanya," ujarnya lirih.
Namun dalam keterpurukan itu, datang secercah peluang. Seorang teman yang terlilit utang datang kepada Bambang dan menyerahkan usaha kulit lumpianya, diakuisisi. Dari situlah Jempol Food lahir dan perlahan mulai tumbuh.
Kini, dari usaha sederhana itu, Bambang sudah mempekerjakan 40 karyawan.
Dia bisa menjual lebih dari 5.000 produk per hari, dan mengantongi omzet hingga Rp500 juta per bulan.
Jempol Food kini tak hanya memproduksi kulit lumpia, tapi juga kulit pangsit goreng dan kuah, serta kulit dimsum yang menjadi produk unggulan.
"Yang best seller itu kulit dimsum. Karena yang bikin kulit dimsum lembut seperti kami ini jarang," tuturnya bangga.
Dari segi distribusinya, Bambang bilang, dia telah menjangkau berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, hingga sebagian kecil Jakarta.
"Kalau ke luar negeri, belum. Karena kalau pangsa pasar kita di Indonesia saja banyak, ngapain kita repot-repot ke luar negeri? Capek tenaga," cetusnya.
Semangat Pemberdayaan Masyarakat
Semangat Bambang bukan hanya sekadar angka dan materi. Ada angan-angan mulia yang jauh lebih besar yakni memberdayakan para purna PMI.
Sehingga tidak terjebak dalam lingkaran keterasingan dan keterlupaan.
"Kami ini sudah istilahnya ngalah terhadap sesama warga negara untuk berangkat ke luar negeri mempertaruhkan segalanya. Bahkan bertaruh nyawa," ucapnya mengingat perjuangannya dulu.
Baginya, para Pekerja Migran Indonesia adalah pejuang garis depan yang selama ini hanya dihargai dari sisi ekonomi. Ia sekaligus menyentil narasi pahlawan devisa yang kerap disematkan pada para PMI.
Namun setelah itu, usai mereka pulang ke tanah air, apa yang dilakukan? Tak sedikit dari purna PMI yang harus berjuang sendiri, mencari jalan keluar di negeri sendiri.
Bambang menilai, salah satu kunci agar para PMI pulang dengan masa depan cerah adalah edukasi sejak awal.
"Sebelum mereka pulang mereka sudah harus dikasih tahu. Nanti kamu di luar negeri akan begini-begini loh," tegasnya.
Dia tak ingin lagi mendengar kisah teman-temannya yang berubah jadi orang kaya baru (OKB), berfoya-foya, lalu kehilangan arah hingga uang hasil bekerja di luar negeri ludes begitu saja.
Tak jarang, mereka pun tergoda investasi bodong. Bambang menyarankan yang paling sederhana dan aman adalah emas.
Pengalamannya di Korea membentuk perspektif unik soal manajemen dan ketenagakerjaan. Ia banyak belajar dari disiplin dan sistem kerja perusahaan di sana.
"Bahkan bahasa pun terbata-bata. Tapi mereka bisa memberdayakan kami, sehingga kami itu bisa ngelas, dan segala macam," terangnya.
Ilmu yang didapatnya itu kini diterapkan saat menangani karyawannya di Indonesia, di Jempol Food. Bahkan kebanyakan dari karyawannya adalah penyintas masalah sosial: putus sekolah, broken home, bahkan ada yang merupakan titipan dari Balai Rehabilitasi Sosial.
Tak hanya soal produksi, Bambang pun punya visi besar. Ia yakin jika satu mantan PMI bisa membuka lapangan kerja untuk 25 orang saja, maka angka pengangguran nasional bisa ditekan secara signifikan. Terlebih dengan kondisi sekarang yang tak menentu.
"Itu tentu akan bisa mengurangi pengangguran di Indonesia," ujarnya
Di sisi lain, ia menuntut pemerintah tidak sekadar hadir dalam bentuk pelatihan formalitas. Pendampingan berupa mentoring dari awal hingga sukses perlu dilakukan oleh pemerintah.
"Tolong dimentori sampai mereka sukses. Dan itu boleh dijadikan contoh kalau sudah seperti itu," ucapnya menekankan perlunya pendampingan yang konsisten.
Dari balik kisah sukses itu, ia tetap rendah hati. Ia tahu benar bahwa keberhasilan ini dibangun dari jatuh bangun yang panjang, bahkan berdarah-darah jika diperlukan.
"Orang usaha itu tidak hanya sebulan, dua bulan. Tapi butuh waktu bertahun-tahun, kalau mau kuat ya kita harus terbanting-banting," katanya.
Bambang Sutrisno, lelaki sederhana dari Sleman yang dulu berangkat ke Korea dengan tangan kosong pada 2005, kini telah kembali dengan tangan penuh.
Tak hanya menggenggam masa depannya sendiri, tapi juga menggandeng banyak orang untuk ikut tumbuh bersamanya.