Selain itu, Gugun turut mengajak organisasi mahasiswa, pusat studi, dosen, dan para peneliti untuk mendesak pemerintah baik menteri bahkan presiden agar segera menghentikan praktik militerisasi kampus yang dinilai mengancam otonomi perguruan tinggi.
"Perguruan tinggi harus netral dari intervensi kekuasaan, termasuk rezim militer. Agar tumbuh subur bunga-bunga prestasi anak bangsa yang bebas dari tekanan tentara," ujarnya.
"Jangan buat mahasiswa menjadi ketakutan ketika menggelar diskusi, menyelenggarakan seminar, dan diintimidasi ketika aksi turun ke jalan," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa arah politik hukum Presiden Prabowo Subianto yang memperluas fungsi TNI ke dunia pendidikan telah melukai semangat reformasi.
Baca Juga:Bakso Kotak, Kuah Inovatif: Eksperimen Rasa Magister UGM ke Gerobak yang Inspiratif
Gugun mengajak seluruh akademisi dan mahasiswa untuk bergerak bersama meluruskan penyimpangan tersebut.
"Kalau rezim militer tidak cocok dengan tema diskusi, jangan main intimidasi atau intervensi. Bikin aja diskusi atau seminar tandingan. Kegiatan ilmiah dan akademis boleh dilawan dengan cara ilmiah dan akademis, bukan cara despotis," tegasnya.
Seperti diketahui mahasiswa yang tergabung di lembaga pers mahasiswa di UIN Walisongo, Semarang diduga mendapat intimidasi dari TNI.
Hal itu berawal dari diskusi yang mengangkat tema 'Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik' yang dihelat pada 14 April lalu.
Diskusi itu diberitakan dalam sebuah berita pers mahasiswa. Namun setelah tayang anggota TNI yang bernisial R menghubungi kru surat kabar mahasiswa itu dan meminta untuk di take down atau menghapus berita.
Baca Juga:Land of Beauty 2025 Siap Hadir Kembali, Bagikan Pengalaman Baru Festival Kecantikan
TNI yang diketahui berpangkat sersan satu itu terus menghubungi kru surat kabar. Bahkan mengkritik penggunaan foto.