Tiyo menambahkan, dalam unjuk rasa kali ini mahasiswa sebenarnya ingin berkomunikasi dengan anggota DPRD. Karenanya mereka berupaya masuk ke gedung DPRD DIY.
Namun protokol DPRD DIY menyampaikan bahwa para mahasiswa dan masyarakat tidak boleh masuk ke gedung DPRD DIY. Karenanya mereka mendorong gerbang gedung tersebut.
"Gedung ini merupakan gedung yang dibangun pakai pajak rakyat dan yang masuk adalah uang rakyat, kenapa kami tidak boleh masuk," ujarnya.
Selain mengkritik program efisiensi anggaran pemerintah di sektor pendidikan, mahasiswa juga menyuarakan penolakan terhadap masuknya militer ke kampus, baik sebagai pengajar maupun mahasiswa.
Baca Juga:Gunungkidul 'Sentil' UNY: Lahan Hibah, Mana Kontribusi Nyata untuk Masyarakat?
Mereka menilai kehadiran TNI di lingkungan akademik mengancam kebebasan berpikir dan merusak iklim pendidikan sipil.
Secara nyata TNI sudah masuk kampus, sudah menjalar ke koridor pendidikan. Bahkan menjadi peserta didik di salah satu kampus.
"TNI sudah masuk kampus, bahkan menjadi peserta didik di UGM. Ini adalah catatan buruk bagi dunia pendidikan. Militer masuk kampus tidak sebagai pengajar, tapi juga mahasiswa yang gak bisa melepaskan atribut militeristiknya. Sehingga itu menjadi semacam keresahan bersama," imbuhnya.
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) menjadi momen di mana perbaikan pendidikan di Indonesia semakin maju.
Namun, berkembangnya zaman, pendidikan di Indonesia justru terkesan mundur.
Baca Juga:Sempat Ricuh di DPRD DIY, Massa Jogja Memanggil Akhirnya Dipaksa Mundur
Bahkan bergantinya pemerintahan, kebijakan yang diterapkan di ranah pendidikan justru gamang. Misal, tak adanya penjurusan IPA dan IPS saat dipegang Nadiem Makarim, saat ini dikembalikan lagi.