Sekolah Rakyat: Solusi Pendidikan untuk Kaum Miskin Ekstrem? Wamen Tinjau Langsung Tamansiswa

Ia menegaskan bahwa pembangunan Sekolah Rakyat harus dilakukan secara terpadu.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 11 Mei 2025 | 18:59 WIB
Sekolah Rakyat: Solusi Pendidikan untuk Kaum Miskin Ekstrem? Wamen Tinjau Langsung Tamansiswa
Wakil Menteri Sosial (Wamen) Agus Jabo Priyono. [Hiskia/Suarajogja]

Pada tahap pertama, penyelenggaraan akan memanfaatkan 45 aset milik Kemensos, 6 aset milik pemerintah daerah, dan 2 aset milik perguruan tinggi.

Pada tahap awal, Sekolah Rakyat akan terdiri dari 131 rombongan belajar (rombel), masing-masing berisi 25 siswa.

Komposisinya meliputi 1 rombel jenjang SD, 63 rombel jenjang SMP, dan 67 rombel jenjang SMA. Secara keseluruhan, diperkirakan terdapat 3.275 siswa yang akan mengikuti program ini.

Seperti diketahui, Sekolah Rakyat adalah inisiatif pendidikan nonformal yang bertujuan memberikan akses belajar kepada masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan formal, seperti anak-anak dari keluarga miskin, pekerja anak, atau mereka yang putus sekolah.

Baca Juga:Surga Kuliner Jogja Kembali Bergairah Intip Bocoran Jogja Food & Beverage Expo 2025 yang Wajib Dikunjungi

Konsep ini sering dihidupkan oleh masyarakat, LSM, atau komunitas, dan kini mulai digadang-gadang secara lebih serius oleh pemerintah sebagai bagian dari solusi inklusivitas pendidikan.

Apakah Sekolah Rakyat Bisa Menyelesaikan Masalah Pendidikan?

Potensi Penyelesaian:

Menjangkau yang Terpinggirkan: Anak-anak di pelosok, pekerja anak, atau keluarga miskin yang sulit masuk sekolah formal bisa tetap belajar.

Fleksibilitas Belajar: Bisa menyesuaikan dengan kondisi siswa, termasuk waktu dan pendekatan belajar.

Baca Juga:Sekolah Rakyat di Jogja Laris Manis, Dinsos Turun Tangan Lakukan Verifikasi Ketat

Pemberdayaan Masyarakat: Menghidupkan peran masyarakat dalam pendidikan.

Tantangan yang Masih Ada:

Standarisasi dan Akreditasi: Banyak Sekolah Rakyat belum memiliki sistem evaluasi atau ijazah yang diakui negara.

Kualitas Pengajar: Tidak semua relawan memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai.

Ketergantungan pada Swadaya: Jika tidak didukung pemerintah secara berkelanjutan, banyak yang rawan bubar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak