SuaraJogja.id - Suasana khas yang biasanya menyambut penumpang di stasiun-stasiun Daop 6 Yogyakarta kini berubah.
Setelah Stasiun Solo Balapan menghentikan pemutaran lagu legendaris 'Bengawan Solo', kini giliran Stasiun Yogyakarta dan Stasiun Lempuyangan yang tidak lagi memutarkan lagu-lagu ikoniknya.
Kebijakan ini diambil PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 6 Yogyakarta sebagai langkah penyesuaian terkait kebijakan royalti yang ditetapkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Penghentian lagu-lagu ikonik untuk memastikan seluruh aktivitas operasional di stasiun tetap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya terkait perlindungan hak cipta.
Baca Juga:Polemik Royalti Lagu: Transparan atau Tidak? Temuan Pakar UGM Bongkar Borok Sistem Distribusi
"Hal yang sama juga dilakukan di Stasiun Yogyakarta dan Stasiun Lempuyangan, karena KAI ingin memastikan semua berjalan sesuai dengan ketentuan dan prosedur," papar Manajer Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih di Yogyakarta, Kamis (28/8/2025).
Feni menyebut, penghentian pemutaran lagu dilakukan sementara.
PT KAI menunggu penuntasan proses administrasi yang menyangkut izin dan kewajiban royalti kepada pencipta maupun pemegang hak cipta.
Namun Feni memastikan penghentian ini bukanlah bentuk penghapusan lagu-lagu yang selama ini menjadi ciri khas stasiun.
Namun lebih dari itu sebagai bentuk penyesuaian sementara agar perusahaan tetap patuh pada regulasi yang berlaku.
Baca Juga:Bikin Event Pakai Musik? Hotel dan EO Wajib Tahu Aturan Ini Kalau Tak Mau Terancam Sanksi
KAI saat ini tengah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan urusan administrasi tersebut.
"Setelah seluruh kewajiban terpenuhi, KAI Daop 6 Yogyakarta membuka kemungkinan untuk kembali memutarkan lagu-lagu tersebut," tandasnya.
Feni mengakui, selama ini, lagu-lagu seperti "Bengawan Solo" di Stasiun Solo Balapan maupun gending-gending Jawa di Stasiun Yogyakarta dan Lempuyangan bukan sekadar hiburan. Namun merupakan bagian dari pengalaman budaya yang melekat pada penumpang.
Tidak sedikit pengguna jasa kereta yang merasa suasana stasiun lebih hangat dan berkesan dengan lantunan musik khas tersebut. Meski begitu, Feni memastikan komitmen KAI tetap sama, yakni menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap karya cipta dan memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan.
"Kami mencari solusi terbaik agar penghormatan terhadap karya cipta tetap terjaga, dan pelanggan tetap merasakan kenyamanan serta nuansa khas saat berada di stasiun," tandasnya.
Dengan demikian, untuk sementara waktu, para penumpang di stasiun-stasiun utama Daop 6 harus melepas kebiasaan mendengar lagu-lagu ikonik yang biasanya mengiringi suasana keberangkatan maupun kedatangan.
"Namun, KAI membuka peluang besar untuk menghadirkannya kembali setelah semua kewajiban hukum terpenuhi," paparnya.
Sebelumnya LMK mengklaim penarikan biaya royalti dilakukan untuk memberikan penghargaan dan perlindungan ekonomi kepada pencipta atas karya intelektualnya.
Selain itu melindungi pelaku usaha yang ingin menggunakan karya tersebut secara legal.
Penggunaan karya cipta di ruang publik atau komersial memerlukan izin dan pembayaran royalti.
Tanpa pembayaran ini, pengguna dapat dikenai sanksi perdata, denda, atau gugatan hukum.
Kontributor : Putu Ayu Palupi