SuaraJogja.id - Pasca terjadinya ricuh di Mapolda DIY, Jumat (29/8/2025), Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersama Mendagri, Tito Karnavian dan sejumlah pejabat daerah lain secara daring di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Sabtu (30/8/2025) kemarin.
Dalam pertemuan itu, Sultan mendapatkan beberapa arahan yang mesti disampaikan kepada pejabat di tingkat daerah, termasuk kabupaten/kota.
Pejabat di tingkat daerah harus mengurangi berbagai kegiatan seremonial yang berlebihan.
Sultan menilai kegiatan masih bisa dilakukan namun harus dengan kesederhanaan dan mempertimbangkan kondisi sosial agar tidak menyakiti hati masyarakat.
Baca Juga:'Stay Safe Lur!': Demo di Jogja Mencekam, Saksi Mata Ungkap Kondisi di Sekitar Polda DIY Minggu Pagi
"Sekarang hanya masalahnya bagaimana diri kita masing-masing, pejabat itu sendiri, bisa menyesuaikan pada kondisi lingkungan sosial. Jangan sampai pamer. Istilahnya empan papan itu. Jadi peka kalau itu muncul menjadi isu," ujar dia dikutip Minggu (31/8/2025).
Sultan menegaskan pentingnya sikap empan papan atau kemampuan menempatkan diri bagi para pejabat dan kepala daerah.
Dalam situasi yang rentan menimbulkan instabilitas ini, Sultan minta kepala daerah tidak cukup hanya mengandalkan pengamanan aparat.
Ia juga mengajak para pemimpin untuk aktif menjaga suasana sosial dengan perilaku yang bijak dan sederhana.
Sebab kepala daerah punya tanggung jawab untuk menjaga daerahnya masing-masing.
Baca Juga:Pakuwon Mall Jogja Tutup Operasional Imbas Demo, Kapan Buka Kembali?
"Berarti harus bisa berperan aktif di dalam membangun daerahnya dari kemungkinan instabilitas," tandasnya.
Sultan menyebut, instabilitas tidak selalu muncul karena faktor politik atau keamanan.
Namun juga bisa dipicu oleh hal-hal kecil yang dianggap publik sebagai bentuk ketidakpekaan pejabat.
Akar keresahan sering muncul karena perilaku pejabat yang tidak selaras dengan rasa masyarakat.
Ia menyinggung kasus tayangan joget anggota DPR yang viral sebenarnya terjadi setelah sidang selesai. Namun hal itu dipersepsikan publik sebagai bagian dari acara resmi.
"Sepertinya itu sesuatu yang akhirnya timbul persoalan dan tontonan di publik. Jadi [pejabat harus] peka. Aktivitas sosial lebih baik ditonjolkan, daripada sekadar pernikahan yang bermewah-mewah ditampilkan di TV," ungkapnya.
Terkait langkah pencegahan, Sultan menilai yang lebih penting adalah kesadaran pribadi pejabat agar tidak memamerkan gaya hidup berlebihan di tengah kesenjangan sosial.
Apalagi stabilitas daerah semata-mata bergantung pada pengamanan ekstra di titik vital.
"Evaluasi keamanan di DIY saya kira tidak ada masalah. Tapi harapan saya, pimpinan-pimpinan daerah bisa memberikan sosialisasi, punya sikap-sikap yang adu rasa [berempati], tidak sekadar apa yang dipikirkan, tapi juga apa yang dirasakan," ujarnya.
"Kalau kondisinya tidak menguntungkan, ya dipertimbangkan untuk tidak usah diselenggarakan. Mungkin lebih sederhana, lebih terbatas. Prinsipnya boleh, tapi harus empan papan," ungkapnya.
Sultan kembali menekankan filosofi Jawa tentang keseimbangan antara pikiran, rasa, dan nurani.
Menurutnya, kebijaksanaan sejati lahir bukan dari kepentingan pribadi, melainkan dari kemampuan menempatkan diri sesuai situasi masyarakat.
"Yang dipikirkan itu bisa bohong, kalau yang dirasakan kan tidak, karena yang bicara nurani. Kalau seimbang baru kita bicara wisdom [bijaksana]. Itu ajaran Jawa, empan papan, agar tidak terjadi instabilitas," imbuhnya.
Sebelumya kericuhan di Yogyakarta dipicu aksi unjuk rasa gabungan Aliansi Jogja Memanggil bersama pengemudi ojek online (ojol) yang menuntut keadilan atas kasus kematian Affan Kurniawan, seorang ojol yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob saat demo di Jakarta.
Aksi damai yang awalnya berlangsung di sekitar Ring Road Selatan kemudian memanas, berujung bentrokan, hingga pembakaran dua unit mobil.
Massa pun tetap bertahan di sekitar Mapolda DIY meski aparat berusaha membubarkan hingga Sabtu Pagi.
Bentrok kembali terjadi pada Minggu dini hari hingga menjelang pagi. Sejumlah massa aksi masih bertahan hingga pukul 05.30 WIB.
Kontributor : Putu Ayu Palupi