SuaraJogja.id - Yogyakarta nampaknya tidak pernah sepi dari kegiatan kebudayaan.
Pasca kericuhan yang terjadi beberapa waktu lalu, berbagai kegiatan budaya kembali marak.
Kali ini ribuan pesilat dari seluruh Indonesia hadir di Yogyakarta dalam Pencak Malioboro Festival ke-8 tahun 2025.
Digelar selama beberapa hari terakhir, ribuan pesilat memadati Malioboro dalam kirab Pencak Malioboro Festival, Minggu (14/9/2025).
Baca Juga:Danais DIY Triliunan Sia-Sia? Aliansi Gerakan Nasional Minta UU Keistimewaan Dihapus, Ini Alasannya
Tiga pendekar berpakaian putih menaiki kuda putih tampil paling depan.
Membawa senjata panah tradisional yang digenggam, mereka berjalan di barisan paling depan dari halaman DPRD DIY menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Kehadiran mereka seakan menghadirkan pesan simbolis jikalau Malioboro dijaga oleh para pendekar.
Alih-alih amarah atau kekerasan, kota ini mendapatkan penuh dengan ketenangan, keindahan, dan semangat persaudaraan.
Ketiga pendekar itu menjadi "pepucuk lampah" yang membuka jalan bagi ribuan pesilat dari seluruh penjuru Indonesia.
Baca Juga:Ada Pemberkasan PPPK, Antrean Pemohon SKCK di Polresta Yogyakarta Membludak
Di belakang para pendekar, bergada prajurit serta barisan pembawa panji-panji dari 50 perguruan silat ikut meramaikan pawai.
Kawasan wisata Malioboro yang biasanya dipadati wisatawan kali ini dipenuhi ribuan pesilat berseragam lengkap dengan identitas perguruan masing-masing.
Wisatawan domestik dan mancanegara yang menyaksikan tak henti mengabadikan momen bersejarah tersebut.
Selain kirab, festival ini juga dimeriahkan dengan pertandingan pencak silat nonstop selama enam jam penuh pada Sabtu (13/9/2025) malam.
Ratusan pesilat dari berbagai daerah menunjukkan jurus dan keterampilan khas aliran masing-masing.
Panggung utama di kawasan pusat kota berubah menjadi arena persaudaraan, bukan pertarungan yang melahirkan permusuhan.
Bahkan suara musik tradisional, yel-yel pesilat, dan tepuk tangan penonton mengiringi jalannya pertunjukan tanpa henti.
"Di sini terlihat bahwa silat bukan hanya bela diri, tapi juga seni, persaudaraan, dan daya tarik wisata," ujar Paniradya Pati Keistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho, saat melepas kirab di depan Gedung DPRD DIY, Minggu siang.
Menurut Aris, simbol tiga pendekar berkuda putih adalah lambang keindahan dan ketenangan.
Festival yang diselenggarakan oleh Paseduluran Angkringan Silat (PAS) kali ini pun menegaskan Yogyakarta adalah kota yang aman, damai, dan bersahabat.
Pencak silat bukan untuk kekerasan, tetapi untuk menjaga kebersamaan.
Apalagi pawai kali ini terasa istimewa karena kembali digelar setelah sempat ditiadakan sejak pandemi beberapa tahun lalu.
"Bahkan meskipun sempat ada peserta luar negeri yang ragu, nyatanya semua yang hadir bisa melihat Yogyakarta aman dan bersahabat," ungkapnya.
Meski terik matahari terasa menyengat, wisatawan memadati Malioboro untuk melihat para pesilat yang bersemangat meneriakkan yel-yel dan menyapa penonton yang berjajar di sepanjang jalan Malioboro. Keceriaan dan persaudaraan mewarnai suasana.
"Jogja memang selalu ada kegiatan budaya yang tertib dan aman ya, ini yang dibutuhkan kita saat negara banyak masalah," ujar Dipo, salah seorang wisatawan dari Surabaya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi