- Sultan Hamengkubuwono X mengatakan BGN harusnya belajar dari dapur umum bencana untuk mencegah keracunan MBG.
- Ia mengatakan makanan basi adalah penyebab keracunan MBG yang menelan korban ribuan anak.
- Kapasitas dapur MBG dinilai terlalu besar.
SuaraJogja.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X membandingkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini sedang ramai disorot karena ribuan anak keracunan dengan dapur umum ketika bencana alam terjadi.
Sultan mengatakan kasus keracunan MBG yang telah menelan korban lebih dari 6400 anak seharusnya belajar dari cara dapur umum bencana letusan Gunung Merapi menyajikan makanan.
"Saya punya pengalaman empat tahun, harus buka pengungsian karena keaktifan Gunung Merapi, harus buat dapur umum," ujar Sultan HB X saat peluncuran Gerakan Pangan Murah (GPM) di Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, Yogyakarta, Jumat (26/9/2025).
Sultan menilai munculnya kasus keracunan belakangan ini sebenarnya tidak rumit ditelusuri penyebabnya karena erat kaitannya dengan pola memasak.
Baca Juga:Menu Basi Jam 8 Pagi? Sultan HB X Sentil Pola Masak Program MBG Picu Keracunan Siswa
Menurut dia, risiko keracunan muncul ketika masakan terutama sayur atau daging dimasak dini hari dan baru dikonsumsi beberapa jam kemudian.
"Sebetulnya enggak rumit mencari (sebab) kenapa keracunan, enggak usah menggunakan orang kimia, itu. Masaknya jam setengah 2 pagi, dimakan jam 8 ya sudah pasti 'wayu' (basi)," katanya.
Menurut dia, pola memasak yang kurang tepat harus segera diubah agar kasus serupa tidak berulang.
"Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak tidak berubah," ucap Raja Keraton Yogyakarta itu.
Ia menambahkan pola memasak terlalu dini kerap dipicu pesanan yang melampaui kapasitas katering, sehingga penyedia dipaksa memulai produksi lebih awal dari seharusnya.
Baca Juga:Keracunan MBG Picu Trauma, Bupati Sleman: "Saya Paham, Harus Ada Solusi Cepat"
"Bisa tidak? jam setengah 2 (dini hari) itu jangan masak sayur. Tapi sudah pagi, baru masak sayur, toh dimakan jam 8 atau jam 10. Yang digoreng dan sebagainya, itu didulukan. Sayurnya di belakang," ujarnya.
Oleh karena itu, Sultan meminta kapasitas dapur MBG jangan sampai melebihi kemampuan produksi karena risiko keracunan bisa muncul jika penyedia dipaksa melampaui kemampuan.
"Kalau paketnya itu hanya 50 porsi disuruh 100 porsi, ya 'enggak' bisa. Masaknya mungkin jam 3 atau setengah 2 (dini hari), dimakan jam 10 (pagi) mesti keracunan, udah itu sudah logika, khususnya sayur," jelasnya.
Menurut Sultan, saat membuka dapur umum Merapi, ia mengambil kebijakan agar makanan tetap aman dikonsumsi.
"Maka pesan saya yang terakhir adalah, hati-hati, khususnya untuk makan gizi sehat bagi anak-anak kita. Betul-betul dipertimbangkan masaknya, waktunya, dan tenaganya," tutur Sultan.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY telah melakukan kajian kemungkinan penetapan kejadian luar biasa (KLB) program MBG setelah keracunan massal menimpa ratusan siswa di sejumlah kabupaten di provinsi ini.