Stunting di Bantul Turun Drastis, Rahasia Dibalik Kesuksesan Ini Dibongkar

Bantul catat penurunan stunting tertinggi di DIY (16,5 persen dari 20,5 persen). Meski signifikan, angka ini belum ideal. Pemkab terus pantau lapangan & salurkan bantuan.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 09 Oktober 2025 | 16:58 WIB
Stunting di Bantul Turun Drastis, Rahasia Dibalik Kesuksesan Ini Dibongkar
Bantuan yang diberikan kepada keluarga berisiko stunting di Kapanewon Piyungan, Bantul, Kamis (9/10/2025). [Hiskia/Suarajogja]
Baca 10 detik
  • Stunting di Bantul menurun drastis
  • Bantuan terhadap keluarga terindikasi stunting digenjot
  • Sejumlah lembaga dan komunitas diganding Pemkab Bantul untuk menekan laju stunting

SuaraJogja.id - Kabupaten Bantul mencatat penurunan angka stunting tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Berdasarkan Survei Gizi Indonesia tahun 2024, prevalensi stunting di Bantul turun menjadi 16,5 persen, setelah tahun sebelumnya sempat naik cukup tinggi hingga 20,5 persen.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB) Bantul, Ninik Istitarini.

Ninik menuturkan bahwa capaian tersebut menunjukkan adanya kemajuan signifikan dalam penanganan kasus stunting.

Baca Juga:Remaja Dianiaya karena Dikira Klitih di Bantul, Pelaku Berjaket Ojol?

Namun ia mengingatkan bahwa angka itu masih jauh dari ideal.

"Penurunan ini tertinggi di DIY, tapi kita tidak boleh jumawa. Kita masih harus menurunkan angja stunting sampai nol," kata Ninik, ditemui di Piyungan, Kamis (9/10/2025).

Diungkapkan Ninik, berdasarkan data pengukuran di posyandu sepanjang 2025 ini, tercatat 7,91 persen balita di Bantul masih menunjukkan indikasi stunting.

Jumlah itu diambil dari total 3.474 balita yang diukur.

Meskipun memang angka tersebut menunjukkan tren stagnan dibanding tahun sebelumnya.

Baca Juga:Diakui UNESCO, 4 Kelurahan di Bantul Ini Resmi Jadi Tsunami Ready Community

Kondisi ini membuat Pemkab Bantul terus memperkuat pemantauan lapangan bersama kader posyandu dan Tim Pendamping Keluarga (TPK).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempercepat proses penurunan angka stunting tersebut, Pemkab Bantul kali ini menyalurkan bantuan kepada 50 keluarga berisiko stunting (KRS).

Bantuan itu tersebar di Kapanewon Piyungan dan Pundong.

Masing-masing kapanewon memiliki 25 keluarga sasaran dengan fokus intervensi pada ibu hamil berisiko dan baduta (bawah dua tahun).

"Kapanewon Piyungan ini baduta atau bawah dua tahun, yang potensi stunting ada 62 anak atau 6,6 persen dari jumlah baduta yang ada di Kapanewon Piyungan. Baduta sekitar seribu di Piyungan," tuturnya.

Selain mengandalkan intervensi dari pemerintah daerah, Bantul juga menggandeng berbagai mitra, termasuk lembaga dan komunitas.

Sebagai bentuk dukungan eksternal misalnya ada BSI Maslahat yang turut menggulirkan program bantuan untuk memperkuat pencegahan stunting di DIY dan Kabupaten Sragen.

Adapun lembaga tersebut menyalurkan dana sebesar Rp702,25 juta melalui Program Bebas Stunting Indonesia.

Bantuan itu mencakup dukungan nutrisi bagi 200 penerima manfaat, edukasi dan sosialisasi bagi 230 peserta, serta rehabilitasi sanitasi dan dapur bagi tiga keluarga.

Selain itu, juga dibangun sarana air bersih dan MCK komunal di dua titik wilayah DIY.

Selain itu, Program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) menjadi salah satu model kolaborasi yang kini diterapkan untuk mempercepat penurunan angka stunting.

Melalui program ini, masyarakat dan dunia usaha diajak turut berkontribusi dalam dukungan nutrisi, edukasi, dan pendampingan keluarga.

Sementara itu, Direktur Pendayagunaan Lembaga Organisasi Kemasyarakatan, Kemendukbangga/BKKBN, Wahyuniati, menyebut pelaksanaan Genting di Bantul terkhusus Kapanewon Piyungan sudah berjalan di jalur yang benar.

Menurutnya, data penurunan stunting di DIY menunjukkan arah kebijakan yang tepat.

Namun pelaksanaannya di lapangan harus terus dijaga.

"Itu menjadi gambaran penanganan stunting Bantul dan Piyungan sudah on the track, semua harus berdasarkan data," ujar Wahyu.

Ia menambahkan, angka 16,5 persen seharusnya bisa ditekan lebih rendah lagi.

Sehingga dapat mencapai target zero atau nol stunting.

"Angka ini [16,5] kecil di bawah nasional, tapi 16,5 itu orang, harusnya enggak ada," tegasnya.

Namun ia menyadari pengurangan angka stunting tidak akan bisa dilakukan secara instan.

Wahyuniati menilai, tantangan utama bukan hanya soal ketersediaan nutrisi, melainkan pola asuh dan edukasi keluarga.

Menurutnya, di wilayah perkotaan seperti DIY tak lagi bermasalah soal pemenuhan nutrisi.

Melainkan pola asuh akibat banyak ibu yang bekerja.

Selain itu pernikahan dini yang masih menjadi pemicu stunting mengingat kondisi ibu belum siap secara fisik.

Terkait program bantuan nutrisi dalam GENTING, kata Wahyu, dirancang berjalan minimal enam bulan bagi setiap penerima manfaat.

Menurut dia, periode tersebut menjadi fase penting untuk memastikan ibu hamil maupun anak baduta menerima asupan gizi yang cukup dan konsisten.

"Kita desain program seperti itu karena dengan intervensi minimal enam bulan, hasil kesehatan penerima manfaat bisa terlihat nyata," ujar dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak