- Kegiatan Sapa Aruh dilakukan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X
- Beberapa tokoh publik hadir termasuk seniman di Yogyakarta
- Sri Sultan juga menyoroti para pejabat yang justru menjauhi semangat demokrasi
Pemimpin pun harus tahu perannya. Contohnya Sultan yang menjadi Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta harus tahu menempatkan dirinya.
Saat menjadi Gubernur, Sultan bisa saja dikawal patwal dalam acara resmi, namun saat menjadi Raja, dia tidak perlu mendapatkan fasilitas tersebut dalam aktivitas sehari-harinya.
Terbiasa Membawa Barang Sendiri
Sultan juga terbiasa membawa barang-barang pribadinya sendiri tanpa harus dikawal.
Baca Juga:Makan Bergizi Gratis Bikin Harga Bahan Pokok di Yogyakarta Meroket? Ini Kata Disperindag
Saat berkendara di jalan raya pun, dia juga wajib mematuhi aturan lalulintas.
"Jadi ya tidak perlu berlebihan, kan kalau lampu merah ya harus berhenti," tandasnya.
Sultan juga menyoroti kondisi demokrasi yang belakangan dianggap meredup.
Ia menegaskan reformasi harus dijaga sebagai roh kehidupan bangsa.
"Bagi saya, reformasi adalah roh kehidupan. Kalau bicara demokrasi, ruang-ruang itu memang dibutuhkan, ya kita perlu membuka ruang dialog," ungkapnya.
Baca Juga:Tak Hanya Siswa, Guru SMP Ikut Keracunan Makan Bergizi Gratis di Sleman, Ternyata Ini Alasannya
Yogyakarta tetap demokratis dengan keistimewannya
Sultan menepis anggapan bila Yogyakarta tidak demokratis karena masih berstatus daerah istimewa dan memiliki sistem monarki di dalamnya.
Ia mengingatkan keistimewaan Yogyakarta tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi, selama pemimpin dan rakyatnya sama-sama tunduk pada nilai-nilai republik.
Regenerasi dan posisi perempuan dalam kepemimpinan pun mestinya bukan masalah.
Sultan mengungkapkan pandangannya bahwa perempuan berhak menjadi bagian dari regenerasi kepemimpinan.
Namun Sultan bersikap konsisten terhadap nilai-nilai republik dan kesetaraan gender.