- Wisnu Setiadi Nugroho menilai kebijakan ketenagakerjaan pemerintah bersifat tambal sulam dan jangka pendek.
- Banyak lulusan, bahkan dari kampus besar, kesulitan mendapat kerja sesuai kompetensi akibat mismatch.
- Ia kritik lemahnya sistem meritokrasi dan minimnya jaminan kesejahteraan jangka panjang bagi generasi muda.
SuaraJogja.id - Ekonom sekaligus Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, menyoroti semakin sulitnya anak muda, termasuk lulusan universitas ternama mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi.
Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang dinilai masih bersifat tambal sulam dan berorientasi jangka pendek dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan.
"Banyak kebijakan pemerintah saat ini cenderung tambal sulam dan short term [jangka pendek]. Misalnya, ada masalah tenaga kerja, lalu dibuat program penciptaan lapangan kerja, tapi sifatnya jangka pendek," kata Wisnu, dikutip, Selasa (28/10/2025).
"Sementara dalam jangka panjang kemudian tidak dipikirkan seperti vertical mismatch dan horizontal mismatch," imbuhnya.
Baca Juga:Kuasa Hukum Sebut Christiano Sudah Mundur sebagai Mahasiswa UGM usai Kasus Kecelakaan Maut
Ia menambahkan, banyak mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi merasa kesulitan mencari pekerjaan. Bahkan tak sedikit generasi muda itu yang berasal dari kampus besar seperti UGM.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang benar-benar sesuai dengan kompetensi masih terbatas.
"Di kampus ada banyak keluhan, kok susah ya mencari kerja padahal lulusan UGM. Ini menjadi satu fakta yang kemudian pemerintah mungkin harus lihat, turun, dan dengar bahwa ternyata tidak semudah itu untuk mencari pekerjaan saat ini," ungkapnya.
Selain itu, menurut Wisnu perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan jangka panjang tenaga kerja, seperti jaminan pensiun atau hari tua yang layak, belum menjadi fokus utama.
"Belum ada kebijakan yang benar-benar searah untuk memastikan pekerja bisa hidup mapan di masa depan," ucapnya.
Baca Juga:Pengacara Terdakwa Kasus BMW Maut Sleman: 'Tuntutan 2 Tahun Terlalu Berlebihan, Korban Juga Lalai'
Kritik turut diarahkan pada kebijakan beasiswa pemerintah seperti LPDP. Dia menilai pemerintah belum menyiapkan ekosistem yang mendukung para penerima beasiswa setelah lulus.
"Banyak yang akhirnya tidak pulang ke Indonesia lalu menjadi isu baru mengapa diberikan beasiswa," tandasnya.
Fenomena ini, tambah Wisnu, membuat sebagian anak muda kehilangan motivasi. Generasi Z tidak hanya mencari pekerjaan yang mapan, tetapi juga ruang untuk aktualisasi diri.
Sistem meritokrasi yang seharusnya memberi ruang bagi mereka yang berprestasi dan berkontribusi justru sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Pertanyaannya, apa jaminan anak muda bisa sukses di negeri ini, kalau sistemnya belum berpihak pada usaha dan kemampuan mereka?" pungkasnya.