- Pemerataan dan distribusi sapi potong di Indonesia mengalami kenadala
- Indonesia hanya memiliki 6 unit kapal yang mengirim dan mengantar sapi tersebut
- Bahkan dalam pengiriman tersebut, ada penyusutan bobot sapi karena kondisi kapal
SuaraJogja.id - Pemerataan produksi, distribusi, dan harga sapi potong di Indonesia kembali menghadapi kendala serius.
Meskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk memperbaiki rantai pasok dari daerah sentra produksi ke daerah konsumsi, kenyataannya disparitas antardaerah masih tetap tinggi.
Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, Tri Melasari usai ujian promosi doktor di Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta, Sabtu (25/10/2025) menyatakan, salah satu pemicu utama adalah terbatasnya armada kapal khusus angkutan ternak yang tersedia.
"Saat ini Indonesia hanya memiliki enam unit kapal khusus ternak," ujarnya.
Baca Juga:Siswa di Tiga Sekolah Sleman Dibawa ke Puskesmas usai Diduga Keracunan MBG, Satu Dirujuk ke RSA UGM
Dengan hanya enam kapal yang melayani seluruh wilayah kepulauan Indonesia, persoalan logistik tetap menjadi hambatan besar.
Sebagian besar pengangkutan sapi masih menggunakan kapal kargo biasa yang tidak dirancang untuk ternak hidup.
Ventilasi kapal kargo kurang baik yang membuat ruang gerak hewan terbatas.
Fasilitas pakan dan air minum tidak memadai sehingga susut bobot ternak bisa mencapai 15–22 persen.
Kondisi ini memperlebar kesenjangan antara produsen dan konsumen.
"Selama ini, pengangkutan ternak masih banyak menggunakan kapal kargo yang tidak menerapkan prinsip kesejahteraan hewan. Padahal dampaknya besar terhadap nilai ekonomi ternak," ujarnya.
Keterbatasan armada kapal ternak ini terjadi di sisi supply logistik, sedangkan di sisi daerah produksi dan konsumsi muncul efek berantai.
Di daerah produsen seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) contohnya, banyak peternak yang kesulitan mendapat nilai jual optimal karena biaya distribusi dan kerugian bobot besar akibat transportasi yang kurang layak.
Sementara di daerah konsumsi seperti Jawa atau Kalimantan, harga daging dan sapi hidup menjadi lebih mahal. Sebab pasokan tersendat dan ongkos logistik tinggi.
"Pemerintah tidak akan bisa menangani Indonesia yang sebesar ini tanpa keterlibatan semua pihak. Karena itu kami mendorong sektor swasta ikut berkontribusi dalam pengadaan kapal ternak maupun pengelolaan rute distribusinya," ungkapnya.
Tri menyebut, tambahan kapal ternak sangat dibutuhkan untuk distribusi ternak di Indonesia.