Makan Bergizi Gratis Mandek? Guru Besar UGM: Lebih Baik Ditinjau Ulang

Guru Besar UGM, Dafri, soroti program MBG yang tak dieksekusi baik, buktinya ribuan keracunan. Minta fokus ke kelompok rentan dan tinjau ulang program.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 23 Oktober 2025 | 16:20 WIB
Makan Bergizi Gratis Mandek? Guru Besar UGM: Lebih Baik Ditinjau Ulang
Ilustrasi menu MBG dari SPPG Wirobrajan. [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • MBG hingga kini masih terus bermasalah
  • Guru Besar UGM menyarankan untuk ditinjau ulang
  • Korban keracunan mencapai 11 ribu orang

SuaraJogja.id - Guru Besar Fisipol UGM, Dafri, menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya ide besar salah satu program prioritas pemerintah itu sudah sesuai dengan prinsip dasar hak asasi manusia (HAM) namun sayang praktiknya tak dieksekusi dengan baik.

Hal itu terlihat dari jumlah kasus keracunan akibat MBG yang sudah mencapai ribuan. Termasuk kasus di SMAN 1 Yogyakarta beberapa waktu lalu.

"Permasalahan ini tidak bisa dilihat semata sebagai kegagalan ide, tetapi dari sisi kelemahan tata kelola dan kesiapan implementasi," kata Dafri, dikutip, Kamis (23/10/2025).

Baca Juga:Setelah 13 Tahun 'Mangkrak': 2 Kereta Kuda Keraton Yogyakarta Kembali 'Miyos'

Menurut Dafri, program ini sebaiknya menerapkan keadilan substansial. Dalam artian fokus pada kelompok yang benar-benar membutuhkan.

"Ada anak-anak dari keluarga mampu terbilang bisa lebih memenuhi gizi dari takaran yang disediakan. Justru mereka yang rentan kekurangan gizi lah yang perlu diprioritaskan," ucapnya.

Ia menilai penghentian sementara program MBG bisa menjadi langkah rasional saat ini.

Tujuannya untuk meninjau ulang prosedur penyediaan makanan secara komprehensif, standar bahan pangan, serta mekanisme pengawasan mutu di lapangan.

Apalagi dengan potensi korban keracunan yang akan mengalami gangguan fisik maupun psikologis akibat trauma dari kejadian tersebut.

Baca Juga:Ambarrukmo Atisomya Hadirkan Kemewahan Warisan Budaya dan Pengalaman Tak Tertandingi di Yogyakarta

"Kita tidak bisa menutup mata. Dua atau tiga korban saja seharusnya sudah menjadi peringatan serius sebab ini menyangkut nyawa manusia," tegasnya.

Disampaikan Dafri, kebijakan strategis seperti ini seharusnya disusun berdasarkan kajian mendalam yang mempertimbangkan aspek kesehatan, budaya, hingga distribusi sosial.

Idealnya, kebijakan sebesar ini harus dirancang berdasarkan data dan riset komprehensif bukan justru berlandaskan pada keputusan yang tergesa-gesa.

"Apalagi, konteks sosial dan lingkungan di Indonesia berbeda jauh dengan negara-negara yang menjadi rujukan program serupa," terangnya.

Lebih lanjut, Dafri menekankan pentingnya melihat masalah ini secara menyeluruh.

Termasuk faktor kebersihan air, lingkungan, dan pola hidup masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak