Namun, seketika raut wajah pria yang sempat menjadi anggota DPRD Yogyakarta itu berubah saat disinggung tentang oplah Djaka Lodang saat ini. Sambil menggelengkan kepala, diakuinya sekarang Djaka Lodang hanya bisa menjual kurang dari 3.000 majalah tiap minggunya kepada sejumlah agen dan pelanggan setia.
“Saya bukannya nglokro (menyerah), era memang sudah berbeda. Ini bukan salah siapa-siapa. Segala macam cara sudah dilakukan tapi kita kurang tenaga. Susah cari pekerja yang bisa berbahasa Jawa,” keluh Abdulllah lirih.
Penetrasi dunia digital tak bisa dipungkiri membuat Djaka Lodang sulit menemukan kejayaannya kembali, meski tetap memesona di kalangan pembaca setia. Majalah yang dua tahun lagi berusia setengah abad ini pun masih berusaha eksis di tengah kuasa media online.
Pun bila diketik di mesin pencari Google, ada web djokolodang.co.id tapi laman itu seperti kosong di sana-sini. Hanya ada beberapa bacaan yang diunggah sejak beberapa bulan lalu, lagi-lagi karena kurang tenaga. Setelah Koeswandi meninggal di Tahun 2002, Abdullah yang dulu fokus memimpin redaksi, kini rangkap jabatan menjadi pemimpin perusahaan.
Masa-masa sulit Djaka Lodang diakui Abdullah dimulai sejak 2015 silam. Kala itu, oplah menurun sementara 16 pekerja dari bagian redaksi, produksi tenaga pracetak dan administrasi harus tetap dihidupi.
Seiring dengan itu, beberapa agen yang menjadi tombak penjualan majalah tak bisa membayar sesuai waktunya. Selain itu, persoalan generasi pembaca juga turut menambah peliknya Djaka Lodang bertahan, lantaran banyak kehilangan pelanggan setia karena tutup usia.
Kini, Djaka Lodang praktis hanya mengandalkan pelanggan dan agen, tidak ada iklan atau sponsor dari luar maupun pemerintah. Rintisan untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah sebenarnya pernah dilakukan pada 1990. Saat itu, Djaka Lodang sempat diajak kerja sama Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan berpartisipasi dalam program Koran Masuk Desa (KMD). Sayangnya itu hanya bertahan setahun.
Harapan untuk mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta sempat menjadi tumpuan besar Djaka Lodang agar bisa bertahan di era modern. Lantaran di Tahun 2014, Djaka Lodang sempat dianugerahi penghargaan pelestari budaya dan mendapat hadiah Rp 15 juta bersama majalah Jawa lainnya seperti Jampi Asli dan Omah Dhuwur.
Namun sayang, penghargaan itu kini hanya menjadi pajangan yang hanya bisa untuk dikenang di ruang kerja Abdullah.
Baca Juga: DIY Usul Materi Bahasa Jawa untuk Seleksi CPNS dan Kenaikan Pangkat
“Ya kalau pemerintah mau memberi perhatian, ya syukur alhamdulillah. Tapi kita enggak bisa berharap banyak,” kata Abdullah.
Optimisme Redaksi
Seiring sinar matahari yang mulai menyengat di siang itu, Abdullah mengantarkanku keluar ruangan. Selepas itu, ia kembali ke tempat nyamannya. Empat kursi di ruang redaksi masih kosong karena waktu menunjukan jam istirahat karyawan. Aku memilih keluar sejenak sembari mencari angin di halaman Djaka Lodang yang sepi dari kendaraan.
Sejak tahun 1990, Djaka Lodang berkantor di bangunan dekat Alun-Alun Kidul Kota Yogyakarta. Bila dilihat dari luar, bangunan ini menua bersama pendiri dan pekerja Djaka Lodang. Tak sulit bagi siapa pun menemukan kantor Djaka Lodang.
Selang 15 menit, aku menemui Suhidriyo, Redaktur Pelaksana Majalah Djaka Lodang. Dengan ramah, Suhidriyo mempersilakanku duduk di hadapannya, di ruang redaksi yang bersebelahan dengan ruang kerja Abdullah.
Sambil tersenyum, pria 66 tahun itu mengaku resmi menjadi Redaktur Djaka Lodang sejak 2013. Sebelumnya Suhidriyo berprofesi sebagai guru. Semasa mengabdi menjadi guru, ia hanya menjadi kontributor lapangan yang kerap mengirim tulisan sejak 1985.
Berita Terkait
-
Pesonanya Menggoda, Inilah 3 Wanita Rusia Terseksi Versi Majalah Maxim
-
Gara-gara Investigasi Masalah Gula, Majalah Tempo Digugat Mentan
-
Cover 'Pinokio' Majalah Tempo, Ferdinand: Relawan Jokowi Seperti Anak Kecil
-
31 Tahun Terbit sebagai Majalah, Marie Claire Inggris Hentikan Edisi Cetak
-
Kabar UGM Sensor Majalah Balairung, Rektorat Sebut Hanya Masalah Komunikasi
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik