Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 18 Desember 2019 | 19:16 WIB
Ilustrasi korban kekerasan atau pelecehan seksual - (Pixabay/Anemone123)

SuaraJogja.id - Setelah Agni dan Maria menjadi korban, kasus kekerasan seksual diduga kembali terjadi di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Kasus tersebut dibeberkan sendiri oleh pihak rektorat saat menghadapi aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UGM pada 13 November lalu, seperti terlihat dalam video unggahan akun Instagram @aliansimahasiswaugm, Rabu (18/12/2019).

Di video bernuansa grayscale itu, empat perwakilan rektorat, termasuk Rektor UGM Panut Mulyono, merespons tuntutan para mahasiswa soal pengesahan Peraturan Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Mulanya terdengar suara mahasiswi yang berbicara melalui megafon, menegaskan pada rektorat bahwa peraturan itu harus segera disahkan.

Baca Juga: Polemik Ekspor Benih Lobster, Kesatuan Nelayan Pandeglang: Setuju Sekali

"Tetapi ini urgent, Pak. Sampai sekarang belum ada peraturannya, Pak. Bagaimana? Apakah harus menunggu ada aksi selanjutnya? Ada korban selanjutnya gitu, Pak? Disahkannya kapan Pak?" tanya dia.

Kemudian seorang perwakilan rektorat memberikan jawaban dan menerangkan soal kasus di Fakultas Teknik yang dilakukan seorang PNS.

"Kemarin hampir ada kejadian di Fakultas Teknik, langsung kami tindak, langsung kami proses PNS-nya. Meskipun belum ada [Peraturan Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual], tetapi saya menggunakan PT 53 itu sudah ada, di mana kalau seseorang melakukan pelanggaran itu, sanksinya jelas," ucapnya.

Aksi 13 November Aliansi Mahasiswa UGM - (Instagram/@aliansimahasiswaugm)

Pengunjuk rasa pun mempertanyakan sanksi jika pelaku kekerasan seksual bukan dosen atau PNS, melainkan mahasiswa.

Namun tak terdengar jawaban yang jelas dan melegakan bagi massa dari pihak rektorat. Terdengar mahasiswi yang mewakilkan rekan-rekannya tadi, lewat sindiran, mengingatkan rektorat soal salah satu peran kampus terkait keamanan mahasiswa.

Baca Juga: Minta Masukan ke Eks Menag Lukman, Rommy Akui Manfaatkan Momentum

"Kata Bapak sendiri kami titipan orang tua di sini, universitas untuk menjaga kami biar kami aman," katanya, disambung yel-yel massa.

"Jadi ini adalah secuplik rekaman aksi 13 November yang lalu, di mana rektorat mengakui kalau SEMPAT ADA KASUS LAGI. Kita memahami bahwa peraturan tidak bisa ditunda, karena kasus akan selalu ada. Kalau PNS bisa ditindak tapi mahasiswa tidak bisa, apakah sudah cukup untuk kita bertenang diri?" tulis @aliansimahasiswaugm, menyertai video tersebut.

Belakangan ini, jagat media sosial diramaikan tagar UGMBohongLagi. Tagar tersebut muncul sebagai bentuk aksi dari Gerakan Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang menagih janji pengesahan peraturan Rektor soal pencegahan Kekerasan Seksual, setelah mencuatnya kasus Agni dan Maria.

Kali terakhir Rektor UGM Panut Mulyono berjanji mengesahkannya pada 13 Desember, tetapi rupanya tak ditepati.

"Sebetulnya tak ada persoalan tinggal menunggu rapat pleno Senat Akademik. Tapi minggu depan sudah banyak tanggal merah jadi mungkin sulit kalau terealisasi tahun ini. Harapannya Januari saja yang dipercepat tanggalnya pertenggahan Januari paling lambat selesai," terangnya, Selasa (17/12/2019).

Kendati demikian, Aliansi Mahasiswa UGM bersikeras menagih janji rektor dan akan menggelar aksi pada Kamis (19/12/2019).

"Kenapa berani berjanji tapi kemudian tidak menepati? Siapa yang menjamin Januari bisa disahkan? Karena kemarin sebelumnya sudah ada janji, janji, janji, janji, dan kemudian tidak ditepati lagi," kata Humas Aliansi Mahasiswa UGM Turno, Rabu (18/12/2019).

"Kasus Agni itu sudah cukup jadi pelajaran bahwa UGM perlu membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Jadi urgensinya bukan soal menunggu kasus baru lagi, tapi bagaimana terbangun sistem yang aman. Ayo dong ditepati [janji]," imbuhnya.

Load More