SuaraJogja.id - Isu radikalisme yang disebutkan memengaruhi 60 persen SMA di Kabupaten Sleman telah ditelusuri Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sleman dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag DIY. Penyataan dari Ketua Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Sleman Unsul Jalis tersebut kemudian dibantah Kemenag.
Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Kemenag (PAIS) Sleman Suharto menjelaskan, isu tentang SMA-SMA di Sleman yang terpapar paham radikal itu tidak benar. Menurutnya, FKPAI tidak pernah melakukan penelitian tersebut.
"Angka 60 persen yang disebut dalam pemberitaan tersebut berasal dari kabar-kabar yang beredar di media sosial," katanya saat menggelar jumpa pers di Kantor Kemenag Sleman, Jumat (17/1/2020), dikutip dari HarianJogja.com -- jaringan Suara.com.
Suharto mengungkapkan, selama ini Kemenag melakukan pembinaan kepada para pelajar, mulai dari permasalahan narkoba, miras, radikalsime, maupun klithih. Pihaknya juga melakukan pembinaa kepada para rohis.
"Hasilnya tidak ada indikasi anak-anak itu terpapar paham radikal," lanjut dia.
Pernyataan serupa disampaikan Kabid PAKIS Kemenag DIY Masrudin. Ia menjelaskan, selama ini Kemenag rutin melakukan monitoring ke sekolah-sekolah. Pihaknya mengklaim tidak menemukan ajaran radikalisme di jajaran Rohis.
"Kami melakukan monitoring ke sekolah-sekolah dan selama ini tidak menemukan ajaran radikalisme di jajaran Rohis," ujar Masrudin.
Sebelumnya dilaporkan, Ketua FKPAI Sleman Unsul Jalis, Rabu (15/1/2020), menyebutkan, setelah dilakukan penyebaran angket pada 2019, diketahui sekitar 60 persen SMA di Sleman dan sekitar 30 persen guru terpapar paham radikalisme.
Hanya saja, dalam konferensi pers, Jalis justru mengutarakan pernyataan yang bertolak belakang.
Baca Juga: Punya Modal Jadi Bintang Film, Gronya Somerville Lebih Pilih Bintangi Iklan
Ia menarik seluruh pernyataannya dan mengaku bahwa tidak ada penelitian yang dilakukan terkait paham radikali di sekolah-sekolah. Menurut Jalis, informasi itu berasal dari berita-berita penelitian bersifat nasional yang disebut banyak beredar di media sosial.
"Saya anggap saya belum pernah mengucapkan. FKPAI belum pernah melakukan penelitian itu. Saya mohon maaf sbesar-besarnya. Saya hanya banyak membaca soal penelitian. Di tingkat nasional memang ada yang mendekati 60 persen," ujar Jalis.
Berdasarkan penuturannya, masalah terkait radikalisme ini muncul sebagai bentuk keprihatinan FKPAI. Para penyuluh, kata Jalis, merasa prihatin dengan gerakan radikalisme, sehingga dibutuhkan gerakan deradikalisasi, dan FKPAI berharap bisa dekat dan membangun persahabatan dengan rohis-rohis.
"Untuk Sleman insyaAllah aman, insyaAllah tenang, tapi justru tenang ini kesempatan kita masuk sebagai langkah antisipasi," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Konser "Jogja Hanyengkuyung Sumatra": Kunto Aji hingga Shaggydog Ikut Turun Gunung
-
Danantara dan BP BUMN Siagakan 1.000 Relawan untuk Tanggap Darurat
-
Bantu Korban Sumatera, BRI Juga Berperan Aktif Dukung Proses Pemulihan Pascabencana
-
Anak Mantan Bupati Sleman Ikut Terseret Kasus Korupsi, Kejaksaan Buka Suara Soal Peran Raudi Akmal
-
Imbas Jembatan Kewek Ditutup, Polisi Siapkan Skema Dua Arah di Sekitar Gramedia-Bethesda