Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Sabtu, 22 Februari 2020 | 13:01 WIB
Sejumlah orang tua pelajar SMPN 1 Turi korban hanyut banjir Sungai Sempor menunggu di Klinik Pratama SWA, Trimulyo, Sleman, Jumat (21/2/2020). - (Suara.com/Baktora)

SuaraJogja.id - Keluarga salah satu korban selamat dalam insiden Susur Sungai Sempor SMP 1 Turi mengungkapkan bahwa kegiatan pramuka pada Jumat (21/2/2020) itu dilakukan mendadak tanpa persiapan.

"Setiap Jumat memang ada jadwal pramuka, jadi waktu itu, kata adik saya yang ikut susur sungai, karena enggak ada kegiatan, ya diajak jalan-jalan saja," ujar Fibri (30), kakak siswi kelas 8B SMPN 1 Turi Sleman berinisial FA (14), kepada SuaraJoga.id melalui sambungan telepon, Sabtu (22/2/2020).

Menurut keterangan Fibri, karena kegiatan dilakukan secara mendadak, sama sekali tak ada persiapan maupun permohonan izin pada orang tua yang disiapkan pihak sekolah.

Ia menerangkan, sebelum tiba di Sungai Sempor, para peserta susur sungai, yang terdiri dari murid kelas 7 dan 8, harus berjalan cukup jauh dari lokasi keberangkatan, yaitu SMPN 1 Turi. Namun, kemudian terdengar suara guntur, sehingga membuat sejumlah siswa, termasuk FA, khawatir.

Baca Juga: SMPN 1 Turi Dipenuhi Papan Bunga Duka Cita

Lantas, lanjut Fibri, adiknya itu, bersama ketua dewan penggalang (DP), bertanya pada guru olahraga yang juga pembina kegiatan pramuka tersebut, apakah susur sungai tetap akan dilanjutkan.

"Saat itu gerimis, sudah terdengar suara guntur, murid-murid jadi takut kalau hujan. Terus ketua dewan penggalang tanya ke pembinanya, lanjut atau enggak, terus cuma dijawab 'enggak apa-apa hujan sebentar'," jelas Fibri.

Dirinya menilai, guru olahraga yang disebutnya sebagai "Pak Y" itu nekat melanjutkan susur sungai meskipun cuaca mendung karena ia tinggal tak jauh dari sana.

"Jadi mungkin [Pak Y] menganggap itu sudah biasa," kata Fibri.

Selain tak ada persiapan serta permohonan izin ke orang tua siswa, Fibri mengatakan, Susur Sungai Sempor juga dilakukan tanpa ada izin kepala dukuh setempat.

Baca Juga: Gelar Konfrensi Pers, Tantri Kotak Buru-buru Cari Nama Anak

"Padahal sudah diingatkan warga, enggak usah nyemplung, tapi ya namanya anak-anak, bagaimana sih, kalau disuruh pembinanya kan ya nurut-nurut aja," jelasnya.

Begitu sampai di Sungai Sempor, terang Fibri, murid laki-laki kelas 8 turun terlebih dahulu, diikuti para murid perempuan, yang berbaris di belakangnya.

Lalu, anak-anak laki-laki yang di depan merasakan tingginya air sungai. Untuk itu, mereka memperingatkan teman-temannya yang lain supaya naik lagi menjauh dari sungai.

"Yang cowok pada turun duluan, terus merasa kok airnya meninggi, jadi mereka inisiatif memberi tahu yang lain buat tidak usah lanjut dan menepi dari sungai. Di adik saya sudah sebetis, rok pramukanya jadi basah," ungkap Fibri.

Namun, karena sudah telanjur, akhirnya air makin deras, dan para siswa berusaha saling menyelamatkan dengan berpegangan pada akar pohon atau batu di dekatnya. Pasalnya, tak ada perangkat pengamanan juga yang disediakan pihak sekolah dalam kegiatan susur sungai yang mendadak di cuaca yang tak bersahabat itu.

Akibatnya, sejumlah siswa terluka, dan ada pula yang terbawa arus Sungai Sempor yang deras kala itu. FA sendiri, kata Fibri, mengalami luka memar karena terjepit batu. Tak hanya itu, hingga Sabtu FA masih mengalami trauma.

"Kalau pas bareng-bareng gini dia ceria, bisa cerita, begitu masuk kamar, sendirian, dia nangis. Semalam enggak bisa tidur dan makan ini, teringat kejadiannya itu kata dia. Saya juga enggak berani nanya. Kalau dia cerita sendiri saja, saya dengarkan," terang Fibri.

Hingga kini, Fibri mengatakan, pihak sekolah mbelum memberi informasi lanjutan apa pun soal kegiatan belajar mengajar pascainsiden. Keberadaan Pak Y pun juga belum diketahui sampai saat ini.

Load More