Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Senin, 11 Mei 2020 | 03:45 WIB
Suasana pembagian sahur gratis di ISI pada 2019 - (SuaraJogja.id/HO-dok Joko Taruna)

SuaraJogja.id - Ramadan beberapa tahun yang lalu, seorang pemuda yang tengah menjalani masa perkuliahan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta merasakan lapar. Perutnya keroncongan di pagi buta saat tiba waktunya santap sahur. Namun, ia tidak memiliki apa pun untuk disantap, hingga akhirnya ia memutuskan meminum air keran untuk mengisi perutnya.

Pada hari berikutnya, pria asal Jakarta tersebut mencoba mencari peruntungan ke sebuah tempat pembagian makan sahur gratis. Nahas, ketika ia sampai di kawasan Prawirotaman tersebut, sudah tidak ada makanan yang tersisa. Joko Taruna, begitu nama pria tersebut, akhirnya berangan-angan kelak ingin dapat berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan seperti dirinya.

"Ternyata yang dibagiin cuma 80 kotak. Akhirnya punya angan-angan aja dulu, besok suatu saat mau bikin kaya gini yang banyak," kata Joko, menceritakan impiannya pada SuaraJogja.id melalui sambungan telepon, Minggu (10/5/2020).

Tujuh tahun yang lalu, ketika sudah berkeluarga dan memiliki anak, pria yang pernah menegak air keran untuk sahur ini terketuk hati nuraninya saat mengetahui gaji guru ngaji di masjid kampungnya hanya sebesar Rp75.000 setiap bulan. Ia pun tergerak mengajak rekan-rekannya untuk memberikan uluran bantuan kepada guru ngaji tersebut.

Baca Juga: Ngga Sangka, Ini Rupanya Ponsel Favorit Pendiri Xiaomi Lei Jun

Dengan bantuan istri dan rekan-rekannya, ia kemudian memberikan bantuan berupa makanan kepada 15 orang guru ngaji. Setiap porsinya dibuat seharga Rp10.000. Gerakan tersebut terus berkembang, berikut orang-orang yang terlibat di dalamnya. Joko juga turut membantu membeli dagangan rekan-rekannya untuk dijadikan menu makanan yang disumbangkan.

Tidak berhenti di situ, Joko kembali tergerak melihat masjid Jogokariyan, yang selalu ramai dikunjungi. Ia berkeinginan agar masjid di kampungnya juga ramai dikunjungi. Akhirnya, lahirlah gerakan Jumat Berkah (Jumber), sebuah gerakan untuk memberikan makanan berat maupun ringan agar orang ramai datang ke masjid.

"Saya kan anak musik, punya kenalan orang teh. Jadi saya tanya, kalau mau sedekah beli tehnya berapa," imbuhnya.

Suasana pembagian sahur gratis di ISI pada 2019 - (SuaraJogja.id/HO-dok Joko Taruna)

Teh yang semula seharga Rp2.000 menjadi Rp1.000 karena digunakan untuk sedekah. Joko kembali mengajak rekan-rekannya untuk sedekah secara keroyokan dalam mewujudkan keinginannya tersebut. Ternyata, ada banyak orang yang ingin ikut mengeroyok gerakan baik tersebut.

Akhirnya, terkumpul 1.000 teh yang siap dibagikan. Berawal dari keinginan meramaikan satu masjid, kini gerakan tersebut telah tumbuh di 39 masjid. Tidak hanya teh, gerakan tersebut tumbuh hingga adanya makanan ringan yang turut dibagikan.

Baca Juga: Diterjang Corona, Luhut Klaim Ekonomi RI Tetap Terbaik Nomor 3 di Asia

Joko bersama orang-orang baik dalam kelompok bernama 'Keroyokan Sedekah' (KS) terus bergerak dalam berbagai lini kebutuhan masyarakat, mulai dari bencana alam hingga bedah rumah. Keroyokan Sedekah bahkan turut mendirikan TPA di wilayah Gunungkidul yang kini memiliki 120 santri.

Seiring bergulirnya waktu, timbul rutinitas yang berjalan di tengah kelompok tersebut. Salah satunya gerakan Nyewu Ben Dino (NBD). Sebuah gerakan yang mengajak anggota KS untuk bekomitmen menyisihkan uangnya seribu rupiah setiap hari untuk donasi.

"Jadi ini sebenarnya untuk memfasilitasi orang menengah ke bawah agar bisa tetap ikut berdonasi," tukasnya.

Suasana pembagian sahur gratis di ISI pada 2019 - (SuaraJogja.id/HO-dok Joko Taruna)

Joko mengerti bahwa tidak selalu setiap orang dapat berdonasi dalam bentuk uang. Oleh karenanya, muncul gerakan Ahad Bazar (Abaz), di mana orang dapat mendonasikan barang layak pakai untuk kemudian dilelang kembali di kawasan alun-alun selatan setiap hari Minggu. Di sana, para anggota yang memiliki usaha juga dapat ikut menjajakan dagangannya.

Tidak hanya itu, KS juga memiliki gerakan Keroyokan Sedekah Jalan-Jalan (KSJJ). Joko, yang memiliki kemampuan fotografi dan menjadi pilot drone, menawarkan jasanya untuk membuat katalog promosi restoran maupun tempat wisata. Kemudian, seluruh anggota KS akan diminta untuk membantu mempromosikannya. Gerakan ini bertujuan untuk dapat mengajak anggota KS berwisata maupun kulineran di berbagai tempat dengan tetap menjalankan misi sedekah.

Untuk mendukung anggota KS, turut lahir gerakan Rabu Jualan (Rajul). Dalam gerakan ini, para anggota dapat mempromosikan unit usaha masing-masing. Para anggota juga dapat bertukar dagangan dan membeli dari sesama anggota.

Selama tiga tahun belakangan, KS juga mulai menggelar gerakan sahur gratis. Gerakan ini terinspirasi dari kisah Joko yang mengisi perut dengan air keran di bulan Ramadan. Ia menilai, ada banyak orang yang membagikan makanan saat waktu buka puasa, tetapi sangat sedikit yang berbagi di waktu sahur.

"Selama tiga tahun, setiap tanggal 1 sampai 20 Ramadan," ujarnya.

Setiap harinya, KS mampu membagikan hingga 400 porsi makanan. Dua tahun sebelumnya, sahur gratis dibagikan sekaligus makan bersama di halaman kampus ISI. Sayangnya, tahun ini sahur gratis hanya bisa dibagikan secara take away atau dibungkus karena pandemi corona. Setiap orang yang ingin mengambil pun diwajibkan mengenakan masker.

Proses pembungkusan makanan sahur untuk take away dalam pembagian sahur gratis di ISI pada 2019 - (SuaraJogja.id/HO-dok Joko Taruna)

Perbedaan lainnya yang turut dirasakan Joko adalah penerima paket sahur gratis. Jika dua tahun sebelumnya 80% didominasi oleh mahasiswa ISI, saat ini 60% hingga 70% didominasi oleh masyarakat umum. Hal tersebut dinilai Joko terjadi karena beberapa alasan.

"Pertama, karena mahasiswa pada pulang. Kedua, sekarang semua masyarakat sedang kesusahan," tuturnya.

Selama pandemi ini, KS turut bergerak dalam penyemprotan 100 masjid, pembagian sembako, dan saat ini mengurus jenazah. Joko merasa prihatin dengan pemberitaan jenazah Covid-19 yang ditolak oleh masyarakat. Ia tergerak untuk membuka jasa merawat jenazah berjenis kelamin laki-laki.

Sementara waktu ini, KS belum memiliki relawan perempuan yang secara mental siap mengurus jenazah pasien Covid-19, sehingga baru bisa merawat jenazah laki-laki. Namun, Joko berharap agar jangan sampai terjadi penolakan jenazah Covid-19.

Memasuki tahun ketujuh perjalanan KS, Joko sudah mulai mengajarkan kepada anak-anaknya untuk ke depannya dapat melanjutkan gerakan ini. Ia berpesan agar setidaknya kebiasaan sedekah ini dapat terus berjalan meskipun hanya pada dua masjid.

Load More