Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Fitri Asta Pramesti
Kamis, 09 Juli 2020 | 18:20 WIB
Alissa Wahid Soroti Konsep Membangun Ketahanan Keluarga dari Desa

SuaraJogja.id - Peran keluarga sangat penting untuk menguatkan tiap individu bertahan di tengah pandemi virus corona.

Sementara, pandemi juga memberikan dampak yang membuat keharmonisan keluarga menjadi berkurang. Misalnya terkait turunnya pendapatan ekonomi hingga kekerasan di lingkup keluarga.

Melalui Kongres Kebudayaan Desa, Alissa Wahid dari Gusdurian mengatakan kiat memperkuat ketahanan keluarga dapat dilakukan dengan mengamalkan konsep bangungan keluarga.

"Permasalahan muncul karena keluarga awalnya sudah rapuh, jadi jika ada gempa misalnya pandemi, bisa langsung ambruk," ujar Alissa, Kamis (9/7/2020).

Baca Juga: Peneliti ICW Ungkap Alasan Anggaran Dana Desa Marak Dikorupsi

Konsep bangunan keluaga yang kini digunakan oleh Kementerian Agama untuk perbekalan bagi para calon pengantin ini didasari pada keluarga yang memiliki tatanan yang kuat dan saling mengisi.

"Dalam membangun ketahanan keluarga, maka konstruksi bangunan keluarga harus dikuatkan," sambungnya.

Alissa Wahid Soroti Konsep Membangun Ketahanan Keluarga dari Desa

Seperti halnya rumah, tiga komponen yang berperan penting dalam kuatnya keluarga yakni atap, pilar, dan pondasi. Setiap komponen memiliki ciri peran masing-masing yang saling menguatkan satu sama lain.

Alissa mengatakan atap bangunan keluarga haruslah berangkat dan mengamalkan hal-hal yang berdasarkan pada perspektif kemaslahatan.

"Atap hanya bisa mapan jika disokong oleh lima pilar. Sedangkan pilar akan kuat jika pondasinya kuat," sambungnya.

Baca Juga: Demi Berantas Korupsi, Frans Maniagasi Sebut Papua Butuh Pendampingan

Adapun lima pilar yang disebutkan bersumber dari kitab suci ini adalah perspektif berpasangan, komitmen, saling berlaku baik, musyawarah, dan kerelaan.

Menguatkan keluarga di tengah pandemi juga diupayakan dengan memperbesar rasa saling percaya. Pun orang tua melibatkan anak dalam memecahkan permasalahan yang ada.

"Misalnya anggota keluarga berdisksusi bagaimana untuk menghadapi pandemi virus corona," katanya.

Sementara pondasi terdiri dari tiga pondasi yakni prinsip keadilan, prinsip kesalingan seperti saling memberi, saling menjaga, dan prinsip keseimbangan, misalnya adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban hingga keseimbangan antara pribadi dan warga negara.

Berangkat dari amalan bangunan keluarga ini, hasil yang akan diperoleh nantinya adalah ketahanan keluarga yang memiliki suasana tentram dan penuh kasih sayang.

Tak hanya keluarga itu sendiri, desa juga memiliki peran penting untuk menciptakan ketahanan keluarga. Desa dianggap sebagai komunitas yang perlu memberikan program-program, menghadirkan lingkungan yang kondusif untuk para keluarga.

Selama ini, beber Alissa, banyak hal-hal struktural dalam masyarakat yang belum cukup kuat untuk mendorong pemberdayaan keluarga. Diantaranya, budaya komunal seperti normalisasi perkawinan anak, justifikasi praktek beragama, hingga budaya patriarkal.

Menjawab tantangan ini, Alissa menyebut perlunya mendesain ulang dalam upaya pembangunan ketangguhan keluarga yang mana dibagi ke tiga tingkat yakni tingkat tata nilai, tingkat redesain sistem sosial, dan tingkat program.

Alissa Wahid Soroti Konsep Membangun Ketahanan Keluarga dari Desa

Dalam tingkat re-desain sistem sosial misalnya, masyarakat dapat mengupayakan langkah-langkah seperti akses perempuan terhadap pendidikan dan pengambilan kebijakan desa, hingga adanya kelompok-kelompok yang berperan mengedukasi soal isu-isu keluarga.

Selanjutnya, pemerintah desa dapat membuat program-program yang mendukung ketahanan keluarga seperti bimbingan perkawinan, penguatan pengelolaan ekonomi keluarga, hingga inovasi peningkatan pendidikan.

"Keluarga bisa lebih tangguh, semuanya dimulai dari desa," tandasnya.

Sekedar informasi, webinar Kongres Kebudayaan Desa yang digelar pada Kamis (9/7/2020) berupaya mengumpulkan dan menawarkan ide tatanan baru Indonesia dari desa.

Desa sebagai satuan pemerintah terkecil di Indonesia, dinilai perlu menjadi titik awal untuk merumuskan tata nilai dan tata kehidupan baru dalam bernegara dan bermasyarakat.

Load More