Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 24 Agustus 2020 | 16:23 WIB
Suasana sidang laka air Sungai Sempor, di PN Sleman, Senin (24/8/2020). Tiga terdakwa dihadirkan dalam waktu berbeda di ruang sidang. Tampak dalam gambar, terdakwa IYA. [kontributor/uli febriarni]

SuaraJogja.id - Tiga terdakwa laka susur Sungai Sempor, Isfan Yoppi Andrian (IYA), Danang Dewo Subroto (DDS) dan Riyanto (R) diputus 1,6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Annas Mustaqim itu, menyatakan bahwa ketiganya terbukti lalai hingga akhirnya menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Putusan tersebut merujuk pada unsur pidana dalam Pasal 365 KUHP dan 360 (2) KUHP Juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

"Menyatakan Yoppie bersalah secara sah melakukan tindakan pidana. Perbuatan kealpaan menyebabkan orang lain mati. Dan kealpaan menyebabkan orang lain luka-luka, hingga tidak dapat beraktivitas dalam jangka waktu tertentu," kata Annas di depan sidang, Senin (24/8/2020).

Baca Juga: Masuk DPO, Orang Tua Penelantar Bayi di Sleman Diduga Sudah ke Luar Jogja

Lebih lanjut, masih dalam putusannya, Hakim Ketua Annas Mustaqim menyebut lama masa tahanan mereka dikurangi dengan masa tahanan yang sudah mereka jalani.

Lama hukuman ketiga terdakwa pun terhitung lebih cepat ketimbang tuntutan JPU yakni selama 2 tahun.

Dalam sidang itu, diketahui pula bahwa salah satu poin yang meringankan hukuman terdakwa antara lain, istri terdakwa IYA sempat bersilaturahim ke keluarga korban dan memberikan tali asih.

Selain itu, terdakwa mengakui bersalah dan menyesali perbuatannya.

IYA, DDS dan R yang merupakan guru pembina Pramuka di SMP N 1 Turi didakwa bersalah pascaterjadinya insiden laka air susur Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Februari 2020 lalu. Dalam peristiwan nahas tersebut, 10 siswa tewas usai terseret arus sungai.

Baca Juga: Pohon Tumbang, Lansia di Sleman Dapat 3 Luka Jahitan

Kuasa Hukum Pikir-pikir

Menanggapi putusan hakim, kuasa hukum ketiga terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Kuasa Hukum IYA, Oktryan Makta mengatakan, selain pikir-pikir, pihaknya masih akan mempelajari putusannya dulu.

"Bisa saja [banding]. Tapi kami belum lihat juga putusannya secara utuh. Kami mau lihat juga penyertanya yang lain. Sikap kami jelas pikir-pikir," tegasnya.

Senada, kuasa hukum terdakwa R, Sudarsono juga menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.

"Nanti kalau sudah tujuh hari kami tidak melakukan upaya hukum banding, ya menerima putusan," ucap kuasa hukum dari LKBH PGRI itu.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa DDS menyatakan keberatan atas vonis yang mengikutkan penyertaan, seperti termaktub dalam pasal 55 ayat 1 KUHP, yang disebut hakim dalam sidang.

Kuasa Hukum Terdakwa DDS, Safiudin menilai vonis yang diseragamkan antara ketiga terdakwa terkesan tidak obyektif.

Karena dalam pasal 55 KUHP secara jelas mengatur perihal orang yang melakukan pidana, orang yang menyuruh melakukan pidana, dan orang yang turut serta melakukan pidana.

"Pertanyaannya adalah, apakah ketiga terdakwa ini termasuk kualifikasi turut serta melakukan. Tentu yang jadi pertanyaan, siapa yang masuk kualifikasi yang melakukan perbuatan, orang yang menyuruh melakukan perbuatan. Tapi tadi dianulir oleh majelis menggunakan penafsiran perluasan," kata dia, ditemui usai sidang yang berlangsung sekitar 5 jam itu.

"Bagaimana dengan terdakwa yang tidak ada di lokasi? Itu juga persoalan hukum. Sebenarnya harus ada pembedaan kualifikasi pertanggungjawaban," imbuh Safiudin.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More