SuaraJogja.id - Sepuluh tahun berlalu sejak erupsi Merapi meluluhlantakkan sebagian wilayah DIY dan Jawa Tengah pada 26 Oktober 2010 silam.
Ribuan kepala keluarga (KK) pun mengalami relokasi besar-besaran ke tempat tinggal yang lebih aman secara permanen.
Hunian tetap (huntap) Pagerjurang, Pedukuhan Giriharjo, Kalurahan Kepuharjo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman merupakan salah satu tempat tinggal sebagian dari mereka saat ini.
Remon, salah satunya, mengungkapkan pengalamannya selama tinggal di huntap pascaerupsi gunung paling aktif di Indonesia itu.
Baca Juga: Kenang Erupsi tahun 2010, Kill the DJ: Merapi Adalah Guru Semesta
Ia mengaku pernah menolak dipindah ke huntap karena lokasinya, kata dia, hanya berjarak sekitar 9 kilometer dari Puncak Merapi dan berdekatan dengan Sungai Opak, yang berhulu di Merapi.
Sempat terjadi pula kesalahpahaman antara warga dan pemerintah soal dijadikannya tanah warga yang lama sebagai hutan lindung, tetapi setelah melalui berbagai mediasi, kata Remon, permasalahan selesai dan hak milik warga atas tanah mereka tidak hilang.
Untuk itu, Remon akhirnya tak punya pilihan selain tinggal di huntap bersama warga penyintas erupsi Merapi lainnya. Ia pun harus rela "mengungsi selamanya".
"Ternyata dijadikan hutan rakyat, di mana tanah itu tetap menjadi hak milik [warga]. Nah itu, sehingga kami harus, ya mau tidak mau memilih huntaplah. Mengungsi tidak pernah kembali, gitulah kira-kira," kata Remon dalam tayangan "Jagongan Virtual Warga Merapi : Kesaksian Hidup di Huntap", yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Dasawarsa Merapi, Kamis (29/10/2020).
Kini Remon pun harus pulang-pergi naik-turun dari huntap ke tanahnya yang lama untuk bertani dan melakukan aktivitas lainnya demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga: Komposisi Magma Gunung Merapi Masih Sama, tapi Berpotensi Lebih Eksplosif
Dalam menjalani kegiatan itu, Remon setiap hari harus mondar-mandir menempuh perjalanan sekitar 6 km.
"Kalau dulu tidak harus uang yang disediakan. Kalau sekarang setiap hari harus ada uang minimal ya Rp10 ribu buat 1 liter bensin buat membawa rumput ke huntap," jelasnya.
Di tanahnya yang lama itu, Remon masih melakukan kegiatannya sebagai petani, sementara aktivitasnya sebagai peternak juga masih ia lakoni di huntap karena ternaknya harus berada di kandang komunal.
Perubahan aktivitas sehari-hari juga dialami warga huntap lainnya, Yami. Ia tak memungkiri bahwa kali pertama pindah ke huntap, ia merasa bingung dan takut, apalagi posisi rumahnya tidak berada di tengah-tengah.
"Bukan jauh, cuma tetangga saya kan membelakangi saya, jadi kesannya agak jauh," terang Yami.
Tak hanya itu, kebingungan tentang apa yang bisa ia kerjakan untuk menghidupi anak-anaknya pascaerupsi, di tempat tinggalnya yang baru, juga selalu berkecamuk di pikirannya.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Kenang Erupsi tahun 2010, Kill the DJ: Merapi Adalah Guru Semesta
-
Komposisi Magma Gunung Merapi Masih Sama, tapi Berpotensi Lebih Eksplosif
-
Deformasi Citra Radar Tunjukkan Letusan Merapi 2010 Peristiwa Luar Biasa
-
Pemetaan Bencana Erupsi Gunung Api Dinilai Lebih Efektif dengan Citra Radar
-
Mirip Erupsi Tahun 2006, Data Pantauan Merapi Tunjukkan Pergerakan Magma
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
Terkini
-
Liburan Sekolah, Sampah Menggila! Yogyakarta Siaga Hadapi Lonjakan Limbah Wisatawan
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh