SuaraJogja.id - Aktivitas erupsi gunung Merapi, Sleman memasuki puncaknya pada 5 November 2010 dini hari. Sejumlah pertanda nampak ditunjukkan oleh semesta kala itu.
Misalnya saja diungkapkan warga Pakembinangun, Pakem Fadholi Kushendarto. Pada 4 November 2010 sore, ia masih bekerja di wilayah Godean. Hingga kemudian tepat saat adzan maghrib berkumandang, ia sampai di rumah dan langsung menyalakan komputer, radio serta HT, usai menyelesaikan salat.
Sampai kemudian ia menyadari, sejumlah kaca jendela bergetar dan kaki yang menapak pada lantai seakan merasakan sesuatu yang tak normal.
"Saya mendengar suara seperti wrrrrr.... rhhrhrhrh..., sangat jelas. Sampai malam hari, suara itu masih ada," ungkapnya, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga: Bus TransJogja Kecelakaan di Sleman, Mobil Partai yang Jadi Lawan Disoroti
Lalu sekitar pukul 21.00 WIB, ibu, kakak, keponakan dan sejumlah kerabat lain yang tinggal berdekatan dengan rumahnya, beranjak mengungsi menuju ke arah selatan.
"Saat itu yang dipikirkan hanya turun, menjauh dari Pakem. Dokumen berharga, pakaian dan keperluan lain yang sekira dibutuhkan sudah dibawa. Saya juga berpesan kepada mereka, untuk menjauhi jalan yang berada dekat dengan aliran sungai," kata dia.
Dholi mempertimbangkan pesan itu, mengingat ada begitu banyak jalan alternatif menuju ke Jogja area selatan, namun berada di atas bahkan tepian aliran sungai. Sedangkan sungai-sungai tersebut mengalirkan air dari gunung Merapi, maka bukan tidak mungkin sungai itu juga membawa material erupsi Merapi.
"Kalau lahar dingin mengalir lewat sungai-sungai tadi, apalagi sampai meluap, sedangkan keluarga saya berada di sana maka mereka terancam bahaya," terangnya.
Hingga kemudian, ia menyadari kampungnya sudah kosong tak lagi berpenghuni. Hanya tinggal ia bersama 3 saudara lelaki dan satu perempuan. Saat tim SAR, aparat kepolisian dan tentara menyambangi halaman rumahnya, tim tersebut memintanya segera turun.
Baca Juga: Soal Kompetisi, PSS Sleman Desak PSSI dan PT LIB Segera Gelar Pertemuan
"Kediaman kami berjarak sekitar 13 Km dari Merapi, sampai sekitar lampu merah Pamungkas Jl.Kaliurang Km.14 itu harus dikosongkan. Jadi saya dan dua orang saudara lelaki saya turun, saat itu sekitar pukul 23.00 WIB kalau tidak salah," kenangnya kembali.
Berita Terkait
-
Tradisi Sadranan di Boyolali: Jaga Kerukunan Jelang Ramadan
-
Pelaku Penusukan Sandy Permana Bukan Tetangga yang Ramah Menurut Warga
-
Sandy Permana Ditusuk, Warga Ungkap Kebiasaan Korban Sebelum Kejadian
-
Tanpa Kejanggalan, Keseharian Sandy Permana Sebelum Tewas Ditusuk Diungkap Orang Dekat
-
Sebelum Tewas Ditusuk, Sandy Permana Sempat Tegur Pelaku Gara-gara Kebiasaan Mabuk
Tag
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
-
RESMI! Stadion Bertuah Timnas Indonesia Ini Jadi Venue Piala AFF U-23 2025
-
Jenazah Anak Kami Tak Bisa Pulang: Jerit Keluarga Ikhwan Warga Bekasi yang Tewas di Kamboja
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan NFC Terbaik April 2025, Praktis dan Multifungsi
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
Terkini
-
Kisah Udin Si Tukang Cukur di Bawah Beringin Alun-Alun Utara: Rezeki Tak Pernah Salah Alamat
-
Dari Batu Akik hingga Go Internasional: Kisah UMKM Perempuan Ini Dibantu BRI
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan