Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 17 November 2020 | 07:23 WIB
Petugas medis melakukan pemeriksaan kesehatan kepada para pengungsi yang didominasi oleh lansia di barak pengungsian Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Senin (16/11/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Angin semilir cukup membantu mengurangi suasana teriknya matahari. Tidak banyak yang bisa dilakukan para lansia yang sedang mengungsi di barak pengungsian Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.

Sebatas duduk tenang dan sesekali saling mengobrol satu sama lain, atau mungkin mencuci baju atau hanya membersihkan lingkungan sekitar -- hanya itu yang bisa dilakukan para lansia.

"Hanya duduk-duduk saja ini di luar, di dalem sumuk [gerah]," kata seorang pengungsi, Dalinem, saat ditemui di barak pengungsian Glagaharjo, Senin (16/11/2020).

Dalinem, yang sudah sejak hari pertama mengungsi, mengaku memang tidak banyak yang bisa dilakukan di barak pengungsian. Jika sehari-hari ia bisa mencari rumput untuk memberi makan ternak di rumah, sekarang tidak bisa.

Baca Juga: Antisipasi Covid-19 di Pengungsian, Dibuat Ruang Karantina di SD Cepitsari

Ia terpaksa harus berdiam dan beraktivitas seminimal mungkin di pengungsian. Di sisi lain, kondisi pikiran juga harus tetap dijaga agar tidak stres.

"Kalau tidak nyambut gawe [melakukan pekerjaan] malah pegel, di sini juga bosen, tapi ya gimana," ucapnya.

Meskipun selama di pengungsian makanan dan tempat tinggal sudah terjamin, tetapi rasa bosan tidak bisa ditampik. Beruntung, Dalinem mengungsi dengan bebbrapa orang lansia lain yang merupakan tetangganya juga.

Sebenarnya, Dalinem tidak meminta terlalu banyak selama kurang lebih seminggu di pengungsian. Hanya memang, sejauh ini ruangan pengungsian Glagaharjo dirasakan cukup panas.

Nenek berusia 67 tahun tersebut menyampaikan tetap akan bertahan sesuai dengan instruksi yang telah ditetapkan. Menurutnya, akan lebih baik seperti ini demi menjaga keselamatan bersama.

Baca Juga: Antisipasi Abu Merapi, Candi Prambanan Andalkan Tenaga Pembersih

"Manut mawon kulo Mas, sing penting slamet [nurut saja aku Mas, yang penting selamat]," tandasnya.

Pengungsi lainnya, Ponirah, memiliki keluhan lain di luar pegal-pegal dan bosan. Keluhan itu terkait dengan tidurnya yang kurang bisa nyenyak selama di pengungsian.

"Tidak bisa tidur kalau di pengungsian, lebih enak di rumah," kata Ponirah.

Kendati begitu, Ponirah tetap mengikuti langkah Dalinem dan ratusan lansia lainnya untuk bertahan sementara waktu di pengungsian. Ia tetap bersyukur masih bisa diberi kesempatan untuk menikmati kehidupan sederhana yang ada di pengungsian.

"Disyukuri mawon [saja] Mas," katanya, lembut.

Sementara itu, dokter yang bertugas mengecek kesehatan di barak pengungsian Glagaharjo, Untung Triyawan, menyebutkan, keluhan sejauh ini masih tetap didominasi oleh penyakit degeneratif, mengingat mayoritas pengungsi adalah lansia yang berusia di atas 60 tahun.

"Hipertensi, pegel, ada yang gatel-gatel, tapi walaupun memang itu dipicu oleh stres, tapi itu sudah berbulan-bulan hingga enam bulan lebih, jadi kemungkinan bukan hal lain," ujar Untung.

Menurut Untung, dari pengamatannya selama melakukan pemeriksaan, para lansia terlihat lebih santai. Hal itu tampak dari raut wajah lansia yang ditemuinya.

"Dilihat dari raut muka mbah-mbah di sini juga karena masih ada temen-temennya jadi terlihat lebih enjoy. Hanya mungkin tidurnya saja karena tidak di rumah sendiri," ucapnya.

Terkait penyakit atau gejala Covid-19, kata Untung, baik batuk, sesak, atau deman tidak ditemui. Namun, ia menyoroti protokol kesehatan yang sering terlupakan oleh para pengungsi saat berinteraksi satu sama lain.

"Tantangan bagi kita, kalau orang Jawa itu kan terlalu sopan ya, terus kalau pas ngomong maskernya dibuka. Jaga jarak sudah diingatkan, tapi memang kelupaan juga masih ngobrol deketan. Kita selalu mengingatkan itu," pungkasnya.

Load More