Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 03 Desember 2020 | 11:03 WIB
Kepala Pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/12/2020). - (SuaraJogja.id/Uli Febriarni)

SuaraJogja.id - Pembangunan bilik 'Ayah Bunda' di area pengungsian Balai Kalurahan Glagaharjo, Cangkringan menuai pro dan kontra sejumlah pihak. Berkaca pada hal itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman angkat suara.

Kepala Pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, pihaknya berencana memindahkan keberadaan bilik 'Ayah Bunda' yang diperuntukkan bagi pengungsi berstatus suami istri untuk memenuhi kebutuhan batin mereka.

"[Lokasi yang sekarang ini] tidak pas. Nanti kami akan cari ruangan. Sebetulnya kami sudah siapkan empat bilik, di kelas [gedung SD Muhammadiyah Cepitsari]. Digunakan bila kelak status meningkat menjadi Awas," kata Joko, Kamis (3/12/2020).

Joko menambahkan, area di pengungsian yang diperuntukkan sebagai bilik 'Ayah Bunda' itu juga sudah diberi sekat-sekat, sehingga tinggal ditambah tirai bila sudah akan digunakan.

Baca Juga: Erupsi Gunung Api Ili Lewotolok, Kepala BNPB ke NTT Tinjau Penanganan

"Namanya saya tidak tahu [belum dipikirkan]," ungkapnya kala ditanya nama bilik tersebut.

Menanggapi pro kontra yang ada, ia menyatakan bahwa awal mula kehadiran bilik 'Ayah Bunda' sebelumnya sempat disinggung oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat mengunjungi barak pengungsian.

Dalam kunjungannya itu Sultan menyatakan, bila para pengungsi terlalu lama berada di barak, sudah barang tentu kebutuhan nafkah batin bagi pengungsi yang berstatus suami-istri tetap perlu dipenuhi.

Masukan Sultan selanjutnya ditindaklanjuti oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Sleman dengan membuat bilik 'Ayah Bunda'.

"Tapi saya sebetulnya kurang pas, kurang cocok. Menurut saya. Karena apa? Karena yang sekarang mengungsi adalah kelompok rentan, yaitu lansia. Apakah mereka membutuhkan bilik itu? Yang membutuhkan tentu yang muda," ujarnya.

Baca Juga: Mendekati Erupsi Merapi, Sleman Perpanjang Status Tanggap Darurat

Dalam payung OPD, BPBD Sleman menilai, tidak ada yang salah ketika ada upaya menindaklanjuti masukan dari pihak-pihak tertentu, dalam hal ini Gubernur DIY, tetapi dapat dipastikan untuk saat ini, tak ada yang menggunakan bilik itu.

"Kalau besok sudah peningkatan status menjadi Awas, maka tidak hanya kelompok rentan yang akan mengungsi, melainkan semua warga Kalitengah Lor, maka bilik itu perlu," ucap Joko.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas P3AP2KB Sleman Mafilindati Nuraini membenarkan, pembangunan bilik 'Ayah Bunda' merupakan upaya menindaklanjuti masukan dari Gubernur DIY. Sultan menyatakan, perlu dibangun sebuah bilik bagi pasangan suami istri.

"Jadi ini antisipasi, untuk menyiapkan sarana untuk pasangan suami istri," kata dia.

Bilik digunakan untuk pengungsi yang merupakan pasangan suami istri yang sah. Walaupun sudah ada satu bilik yang dibangun, tetapi masih banyak proses yang harus disempurnakan. Misalnya, garis pengaman yang menunjukkan batas lokasi dan lainnya.

Hanya saja, pihaknya sudah membuat juknis penggunaan bilik 'Ayah Bunda'. Beberapa kebijakan yang diatur antara lain, pengguna bilik harus dipastikan merupakan pasangan suami istri sah dan pengguna harus melapor terlebih dahulu ke pos keamanan bila akan menggunakannya, diikuti dengan pendataan dalam sebuah buku.

Menyadari adanya pro dan kontra atas pembangunan bilik 'Ayah Bunda', Mafilinda menegaskan bahwa bilik tersebut merupakan upaya Pemkab dalam membangunkan fasilitas yang aman bagi yang membutuhkan sekaligus menjadi langkah antisipasi di pengungsian bila terjadi peningkatan status Merapi. Maka, bukan berarti bilik bisa langsung digunakan saat ini.

"Kan kita tidak tahu akan berakhir kapan, mau bagaimana statusnya [kegunungapian Merapi]," katanya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More