SuaraJogja.id - Pagi nan cerah menyinari kawasan lereng Merapi hari itu. Sinar mentari mulai mengeringkan tanah yang becek akibat hujan semalam.
Pagi itu, langkah kaki Maryam (50) sudah bergerak, menuju kandang sapi sementara yang letaknya tak jauh dari barak pengungsian Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.
Tidak ada perlengkapan khusus yang di bawa, hanya tangan kosong. Tidak langsung menuju dua sapi miliknya melainkan ia menuju tumpukan rumput yang ada di sebelah kandang-kandang itu.
"Mau ngasih makan sapi mas," tutur Maryam kepada SuaraJogja.id.
Maryam memiliki dua ekor sapi yang saat ini semuanya sedang dalam posisi hamil. Namun ia tidak begitu mengetahui kapan dua sapinya tersebut akan melahirkan.
Ia mengatakan bahwa dua ekor sapi miliknya sekarang ini adalah pemberian atau semacam ganti rugi dari pemerintah. Pasalnya, pada erupsi Gunung Merapi tahun 2010 lalu, tiga sapinya ludes diterabas awan panas. Padahal saat itu ketiga sapinya dalam kondisi baik dan produktif.
"Ini sapi dari pemerintah karena dulu waktu 2010 terbakar erupsi Gunung Merapi. Ada tiga sapi waktu itu, satu laki-laki sudah besar badannya, satu sedang hamil juga, satu lagi berumur satu tahun tapi sudah besar. Semua ludes waktu itu terus ini gantinya," jelasnya.
Ia dan suami sendiri sudah mengungsi di barak pengungsian Glagaharjo sejak kenaikan status Merapi dari Waspada menjadi Siaga. Namun memang selama ini mereka kedua hampir setiap hari kembali ke atas.
Hal itu dilakukan untuk mencari rumput guna memberi makan dua ekor sapinya. Waktu mencari rumput itu juga sekaligus digunakan untuk menengok rumahnya.
Baca Juga: Berstatus Siaga, Merapi Menunjukan Peningkatan Aktivitas
"Pagi jam 06.00 WIB sudah naik untuk cari rumput. Kalau turunnya bisa sampai siang kadang sore jam 16.00 WIB tergantung dapatnya rumput," ucapnya.
Maryam mengakui bahwa hampir dua bulan berada di barak pengungsian memang terasa jenuh. Namun tidak banyak yang bisa ia lakukan. Hiburannya, hanya dua ekor sapi itu.
Sebelum status Merapi dinaikan menjadi Siaga sekarang ini, Maryam sendiri adalah penjual bunga edelweis atau yang dikenal juga dengan sebutan si 'bunga abadi'. Sebutan itu, katanya sebab tanaman satu ini yang tak mudah layu.
Biasanya, ia menjual bunga abadi itu di tempat-tempat wisata yang ada di kawasan Merapi. Mulai dari Bukit Klangon, Bunker Merapi, Kaliadem, Kinahrejo (petilasan Mbah Maridjan), hingga Turgo.
Hasil dari penjualan bunga abadi itu yang selama ini menunjang kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Tidak banyak memang pendapatan yang didapat namun setidaknya itu cukup untuk hidup suami, dan satu anaknya yang masih duduk di bangku SMK kelas 10.
"Anak saya dua cewek, yang satu sudah berkeluarga sendiri. Satunya masih SMK kelas 10, sering nganter jemput saya kalau setiap pulang dan ke sini [baral pengungsian]," ujarnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
Terkini
-
Pengujian Abu Vulkanik Negatif, Operasional Bandara YIA Berjalan Normal
-
Tabrakan Motor dan Pejalan Kaki di Gejayan Sleman, Nenek 72 Tahun Tewas di Lokasi
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Tak Terdampak Erupsi Semeru, Bandara Adisutjipto Pastikan Operasional Tetap Normal
-
AI Anti Boros Belanja Buatan Pelajar Jogja Bikin Geger Asia, Ini Kecanggihannya!