Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 06 Januari 2021 | 12:07 WIB
Para pengungsi yang menikmati makanan yang telah dibungkus oleh para relawan di barak pengungsian Glagaharjo, Kamis (12/11/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Lebih lanjut terkait posyandu memang kondisinya akan selalu fleksibel. Artinya petugas juga akan menyesuikan dengan keadaan yang ada. Namun memang hal itu sudah mulai berjalan.

Mengantisipasi lonjakan pengusi jika memang terjadi hal-hal yang tidak diinginakn, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait. Selain itu telah dipersiapkannya posko-posko pengungsian yang lebih dari satu juga akan mempermudah penugasan atau pemantauan tersebut.

"Anggaran desa masing-masing nanti bisa digunakan selain kita juga ada anggaran sendiri. Kalau kita total anggaran untuk kesehatan masyarakat (kesmas) kemarin mencapai Rp. 25 juta lebih. Komplit untuk segala macam teknis yang dibutuhkan. Terkait juga pemberian makanan tambahan (pmt) berupa telur dan abon," ungkapnya.

Ditambahkan Wisnu bahwa koordinasi terus dilakukan dengan dinas-dinas terkait lainnya. Sebagai langkah antisipasi dari terjadinya penganggaran dana yang ganda atau overlap dalam menjalankan tupoksi masing-masing. 

Baca Juga: Berstatus Siaga, Merapi Menunjukan Peningkatan Aktivitas

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta terhitung sejak Kamis (5/11/2020) lalu menaikkan status aktivitas Gunung Merapi Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Seiring dengan peningkatan status itu, sekaligus ditetapkan bahwa radius bahaya akibat erupsi Gunung Merapi menjadi 5 km dari puncak. 


Hampir delapan pekan berlalu sejak penetapan kenaikan status tersebut, Gunung Merapi masih belum menunjukkan aktivitas yang begitu besar. Justru dalam beberapa waktu terakhir BPPTKG mencatat terjadi penurunan aktivitas Gunung Merapi dalam periode pemantauan yang dilakukan pada 3-17 Desember 2020 lalu.

Merapi masih mengancam

Kepala BPPTKG Hanik Humaida, menyebut kondisi Gunung Merapi saat ini bisa dibilang terus menunjukkan peningkatan aktivitas. Hal ini tampak dari deformasi Gunung Merapi yang terus terjadi dengan besaran yang fluktuatif. Beberapa waktu lalu bahkan sempat tercatat penuruan dari rata-rata 12 cm menjadi 9 cm. 

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa saat ini magma masih terus berjalan menuju permukaan.

Baca Juga: Gunung Merapi Semburkan Material Diduga Lava Pijar

"Tidak semata-mata ancaman bahaya tidak ada. Magma juga masih terus berjalan ke permukaan, dapat dilihat salah satunya dari deformasi yang masih berlangsung," tuturnya.

Hal-hal itu yang membuat sampai saat ini BPPTKG belum bisa memprediksi bahkan memastikan kapan tepatnya gunung api yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jateng itu bakal melangsungkan erupsinya. Begitu juga dengan pertimbangan penurunan status Merapi dari Siaga kembali ke Waspada belum akan dilakukan.

Pengamatan yang dilakukan BPPTKG melalui satelit juga menunjukkan perubahan morfologi kawah dinding Gunung Merapi. Perubahan itu terus saja terjadi akibat dari proses guguran atau runtuhan sisa kubah lava yang ada.

Dipaparkan perubahan morfologi itu terjadi dalam beberapa bentuk mulai dari pengangkatan permukaan kawah, lalu ada juga dengan rekahan di tebing dan dinding kawah yang semakin melebar. Serta masih ditambah dengan perubahan morfologi karena intensitas guguran yang tinggi.

Dengan kondisi Merapi yang masih fluktuatif tersebut, Hanik meminta pengungsi untuk tetap bersabar. Sebab, ia tekankan meskipun aktivitas Merapi naik turun namun potensi bahaya masih tetap sama.

"Karakter antara erupsi Merapi dari tahun ke tahun antara yang satu dengan yang lain tentu tidak sama. Sampai sekarang masih terus kita pantau. Semoga masyarakat bisa bersabar," kata Hanik.

Load More