Heru menyebut setidaknya ada tujuh orang yang dulu sempat ikut naik ke puncak Merapi sebelum erupsi 2010. Baik untuk mengukur dan mencatat data atau memperbaiki peralatan yang ada.
Pada saat itu, lanjut Heru, kondisi puncak Merapi sudah membentuk kawah baru. Artinya jalur bukaan yang ada menunjukkan potensi bahaya bakal mengarah ke tenggara. Selain itu gempa sudah mulai terasa sering apalagi saat ia berada di puncak.
"Di puncak waktu itu ya rasanya sudah terkoyak gitu. Getaran gempanya sudah kuat. Ya manusiawi, adanya berdoa saja. Itu hanya beberapa hari kurang dari satu minggu sebelum letusan," ucapnya.
Dijelaskan Heru, selain melakukan pengamatan dan pemantauan secara langsung. Kegiatan beresiko dengan naik ke puncak Merapi saat itu juga untuk mengambel beberapa sampel gas gunanya supaya mengetahui kandungan yang ada di dalamnya.
Proses pengambilan gas pun bukan perkara mudah. Perlu kecermatan ekstra dan waktu yang tidak sebentar. Sebab selain berada di bibir kawah gunung api yang aktif tentu juga tidak bisa diprediksi kapan erupsi itu akan muncul.
"Semua degdegan. Ya pemantauan itu langsung, benar-benar lihat langsung di atas puncak itu," jelasnya.
Heru mengakui saat itu tidak mengetahui pola erupsi seperti apa yang akan terjadi. Ia berharap hanya berupa erupsi efusif saja ternyata yang muncul bukan karakter Merapi dan eksplosif.
Ketika ditanya jika kali ini diberi kesempatan atau tugas lagi untuk naik ke puncak Merapi, Heru menjawab masih berani baik secara fisik dan mental. Namun tentu saja keputusan untuk naik ke puncak gunung api yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu bukan hal sepele.
Ditambah lagi sekarang sudah terdapat teknologi yang terbilang cukup canggih dan dapat mencatat informasi yang dibutuhkan tanpa harus naik ke puncak atau mendekat secara langsung. Walaupun memang menurutnya teknologi semacam drone tidak akan dapat melihat secara detail yang terjadi di Gunung Merapi ketika dibandingkan dengan pantuan langsung.
Baca Juga: Pantau Mitigasi Merapi, Pemkab Akan Tambah Fasilitas di Pengungsian Turi
"Kalau saya masih berani tapi ya harus diperhitungkan benar-benar. Sudah mau pensiun juga. Kalau sekarang kita usahakan bisa dimaksimalkan dengan teknologi yang sudah ada. Apalagi ada drone. Walau kadang memang hasil kalau naik beda dengan drone, yang lebih detail," tuturnya.
Heru menyampaikan bahwa pengalaman atau teknik-teknik yang lama tidak boleh lantas dilupakan begitu saja oleh petugas pengamatan saat ini di era modern. Tidak dipungkiri akan ada banyak kekurangan di sana tapi informasi dan pengalaman sekecil apapun akan dapat bermanfaat jika digunakan dengan tepat.
"Kita sampaikan ke yang muda bagaimana cara pengelolaan atau pemantauan, walaupun memang banyak kekurangan tapi yang dulu juga tidak boleh ditingggalkan begitu saja. Masalah karakter budaya masyarakat itu penting sekali. Jadi terus berkesinambungan itu penting sekali," tegasnya.
Ia tidak menampik bahwa krisis erupsi Gunung Merapi tahun 2010 menjadi pengalaman yang paling berkesan selama ia menjadi petugas pos pengamatan. Selain memang erupsi yang begitu besar, korban banyak yang berjatuhan ada banyak cerita lain yang membuatnya selalu mengenang peristiwa tersebut.
"Erupsi 2010 itu luar biasa. Mungkin tidak hanya saya saja yang merasakan tapi simbah-simbah dulu pun juga merasakan hal yang sama. Ini paling besar dan menakutkan," ujarnya.
Heru mencoba menuturkan kembali kejadian itu sambil mencoba mengingat peristiwa bersejarah tersebut. Mulai dari getaran yang terasa hingga ke pos pemantauan hingga kaca-kaca di bangunan itu pun ikut bergetar.
Berita Terkait
-
Warga di Luar Lokasi Bahaya Merapi Bisa Kembali ke Rumah
-
BPPTKG Ungkap Kondisi Terkini Merapi, Sepekan Muncul 128 Guguran Lava Pijar
-
Awan Panas Teramati Keluar dari Merapi, Jarak Luncur 1,5 Kilometer
-
Merapi Luncurkan Awan Panas Sejauh 1,5 Kilometer, Terjauh Sejak Siaga
-
Merapi Muntahkan Lava Pijar dengan Jarak Luncur 400 Meter ke Kali Krasak
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik