SuaraJogja.id - Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Tahun Ke Atas (GTHNK35+) di Sleman, berbagi cerita perihal pengalaman mereka dalam menempuh jalan menjadi honorer.
Misalnya seperti diungkapkan Tri.S, seorang tenaga kependidikan GTHNK35+ di sebuah SD Negeri, Srowolan, Pakem. Tri menyebut, menjadi tendik adalah pilihan yang ia ambil untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Menjadi tendik membawanya menjadi orang yang harus bekerja keras, sekaligus membesarkan sabar.
"Kalau yang lain pulang jam 13.00 WIB, kami pulang sore, menyelesaikan semua urusan dan tanggungjawab," ungkap Tri, Senin (12/4/2021).
Bila dalam ketentuan pemerintah para guru umumnya bekerja selama 24 jam dalam sepekan. Ia dan rekannya sesama honorer bisa bekerja lebih dari itu. Bahkan mencapai 37,5 jam dalam sepekan.
"Kami sudah lelah, pulang dari sekolah kita lelah sudah pulang dari sekolah, malam kerja online lagi," ujarnya.
Kendati demikian, ia selalu mencoba menemukan motivasi dari dalam dirinya sendiri saat bekerja. Tri melihat, dirinya telah diberikan kepercayaan dan tanggung jawab dari kepala sekolah. Sehingga sebagai honorerpun, ia merasa harus memberikan yang terbaik yang ia mampu, untuk sekolah khususnya peserta didik.
"Tak boleh putus asa," kata dia.
Tri menjelaskan, ia mungkin ada keinginan membangun usaha atau berdagang, semata-mata untuk menambah penghasilan. Kendati demikian, hal itu tak mungkin mudah dilakukan, mengingat waktu yang ia miliki telah nyaris sepenuhnya ia dedikasikan sebagai honorer.
"Jadi kalau presiden berikan Kepres ya hadiah bagi kami honorer ini," ucapnya.
Baca Juga: Pasar Tiban Ramadan Diperbolehkan di Sleman, Catat Ketentuan Berikut
Sementara itu, tendik lainnya Totok Ariyanto mengatakan, bila dilihat dari nominal gaji yang ia dapatkan sebagai honorer, ia terang-terangan mengakui bahwa jumlahnya tergolong minim.
Sebagai upaya menambah penghasilan, ia memiliki usaha ternak. Karena, uang yang ia hasilkan sebagai tendik honorer, tak cukup untuk mencukupi kebutuhan dapur.
"Pajak motor saja saya telat-telat kok," terang Totok yang sudah mengabdi sebagai GTHNK selama 16 tahun itu.
Tak jauh berbeda nasibnya dengan Tri dan Totok, ada Yuda Sutawa. Lelaki yang mengaku sudah mengabdi sebagai GTHNK selama 10 tahun itu menyebut, honor yang ia dapat masih di bawah Rp1 juta. Artinya, di bawah UMK Sleman yang mencapai Rp1,9 juta. Sehingga, ia menyebut menjadi honorer berarti memiliki waktu kerja maksimal namun gaji minimal.
Yuda tak memungkiri, Dinas Pendidikan Sleman telah memberikan reward berupa fasilitas tambahan sesuai kemampuan daerah. Hanya saja, saat ini terkendala karena refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19.
"Honor tak kunjung naik, padahal tiap tahun harga kebutuhan pokok selalu naik," keluh Yuda, di hadapan sejumlah wartawan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
DANA Kaget: Saldo Gratis Menanti Anda, Amankan Sebelum Kehabisan di Sini
-
Dominasi Total, PSS Sleman Bungkam Persipal di Kandang Lawan: Taktik Jitu Bawa 3 Poin Penuh
-
Bukan Sekadar Makanan! Bupati Kulon Progo Ungkap Kunci Utama Atasi Stunting
-
Remaja Dianiaya karena Dikira Klitih di Bantul, Pelaku Berjaket Ojol?
-
Kisah Pilu Transmigran Eksodus: Kembali ke Yogyakarta, Hadapi Jalan Rusak dan Longsor