Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 18 April 2021 | 16:10 WIB
Sejumlah warga Srigading dan Tirtohargo, membentangkan spanduk penolakan terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal di Muara Sungai Opak, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Penolakan warga terhadap penambangan pasir ilegal di Muara Sungai Opak, yang berbatasan dengan Kapanewon Kretek dan Sanden terus berlanjut. Puluhan warga yang terdiri dari Kalurahan Srigading dan Tirtohargo menggelar aksi lanjutan dengan membakar sampah di sekitar tempat penambangan dan juga memasang belasan spanduk.

Koordinator aksi, Setyo mengaku bahwa aksi membakar sampah dilakukan sebagai bentuk sindiran kepada instansi atau kelompok penambang. Membakar sampah dilakukan sebagai kepedulian warga terhadap lingkungan.

“Disamping kami ingin menunjukkan bahwa warga peduli dengan lingkungan, kami juga memberi sindiran kepada penambang yang tiap hari mengeruk pasir secara tak terkontrol. Artinya kami saja menjaga lingkungan ini kenapa mereka malah mengeruk pasir yang besar potensinya merusak lingkungan serta ekosistem di pinggir pantai ini,” terang Setyo ditemui wartawan di tempat penambangan pasir Sungai Opak, Minggu (18/4/2021).

Puluhan warga dan juga relawan yang tergabung dari Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Srigading mengeluarkan aspirasi di dekat penambangan pasir. Sejumlah gundukan sampah yang terdiri dari plastik, kayu dan sampah laut yang sudah mengering dibakar di sekitar lokasi.

Baca Juga: Sedang Menambang Pasir, 1 Pekerja Hilang Terseret Muara Sungai Opak

Warga membakar sejumlah sampah yang ada di sekitar tempat tambang pasir ilegal di Muara Sungai Opak, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Meski menggelar protes dan penolakan di lokasi tersebut, para penambang pasir beserta perahu pengangkut pasir yang biasa beraktivitas tidak terlihat. Setyo menduga jika kegiatan penolakan itu sudah diketahui oleh penambang sehingga tak bekerja terlebih dahulu.

“Tiap hari mereka selalu menambang di sini, tidak hanya pagi, saat malam hari biasanya juga mereka melakukan itu,” terang dia.

Penambangan yang sejak 2006 dimulai memberi dampak yang besar bagi masyarakat. Terutama warga yang berprofesi sebagai petani.

“Mulai ramai (penambangan) itu kan 2016 dan 2017 sampai hari ini. Jadi sudah banyak gundukan pasir yang fungsinya menahan laju air ke daratan sekarang hilang. Sehingga tingkat abrasinya semakin tinggi. Perhitungan kami ada 20 petani yang memanfaatkan tanah di dekat muara ini,” ujar dia.

Abrasi, dikhawatirkan merusak vegetasi tanaman yang ditanam yang akan merugikan petani jika tak panen dengan baik. Selain itu besar kemungkinan terjadinya intrusi air laut yang mempengaruhi kualitas air di permukiman warga.

Baca Juga: Soroti Tambang Pasir di Sungai Opak, Satpol PP DIY Segera Tindaklanjuti

“Dulu tingkat abrasinya sangat kecil, sekarang sudah tinggi. Bahkan ada tanah yang dulunya merupakan lapangan luas, sekarang sudah digenangi air. Jadi ekosistem di daratan juga bisa rusak akibat penambangan ilegal itu,” jelasnya.

Setyo menjelaskan bahwa persoalan ini sudah dibahas di tingkat Kalurahan. Selain itu dirinya juga meminta terhadap pihak berwajib, dalam hal ini Pemkab Bantul dan juga Pemprov DIY serta aparat kepolisian bisa mengambil tindakan tegas.

“Harapannya ini menjadi perhatian pemerintah dan juga aparat. Hingga saat ini tidak ada kejelasan lokasi mana saja yang boleh ditambang dan tidak, jadi tidak ada aturan dan seakan-akan acuh, yang penting ada pasir dan itu bisa diambil,” keluh dia.

Lurah Srigading, Prabowo Suganda mengatakan hal yang sama, pria yang baru menjabat lurah selama tiga bulan ini menilai jika aktivitas tambang pasir ini tak terkontrol. Akibatnya banyak orang yang terdampak karena tak ada kontrolnya pemerintah terhadap aktivitas itu.

“Yang jelas ada hutan mangrove di wilayah ini, selain itu warga juga banyak yang bertani. Berbicara soal penghidupan memang mungkin para penambang harus melakukan itu untuk bertahan hidup. Tapi bukan berarti tak melihat sekitarnya yang juga berjuang hidup dengan cara bertani,” jelas dia.

Sejumlah warga Srigading dan Tirtohargo, membentangkan spanduk penolakan terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal di Muara Sungai Opak, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Aksi penolakan tersebut juga dihadiri jajaran aparat kepolisian, Kapolsek Kretek, Kompol S Parmin menerangkan jika aspirasi ini nantinya akan disampaikan ke pimpinan dan instansi yang berwenang.

“Memang aktivitas ini sudah lama, kami juga sudah berkoordinasi dengan ketua dari penambang itu jika nanti pembangunan Jembatan Kretek II dilakukan maka penambangan ini harus berhenti. Sejauh ini koordinasi yang kami lakukan seperti itu,” ujar Parmin.

Load More