SuaraJogja.id - Keraton Yogyakarta angkat suara terhadap penambangan pasir yang marak terjadi di Muara Sungai Opak yang berbatasan dengan Kapanewon Kretek dan Sanden, Kabupaten Bantul.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan bahwa penambangan tersebut tidak berizin. Di sisi lain penambangan dilakukan di atas tanah Sultan Ground, sehingga harus dihentikan.
"Saya kira harus dihentikan, ini tidak bisa. Karena jelas satu, (penambangan pasir) melanggar dan itu memang tidak dibolehkan. Kemudian yang ditambang itu adalah SG," ujar GKR Hemas ditemui wartawan saat peninjauan ke lokasi penambangan pasir ilegal di Muara Sungai Opak, Senin (19/4/2021).
Ia mengatakan jika penambangan seharusnya memiliki izin. Namun Hemas menyebut bahwa pihaknya tak pernah mengetahui izin penggunaan SG untuk penambangan tersebut.
"Penambangan itu kan seharusnya harus ada izinnya. Paling sedikit itu orang akan melihat dampaknya kan. Setelah saya datang dan lihat sendiri, penambangan di sana sudah tidak mungkin diberi izin. Nah jika ada penambangan, izin itu lewat mana?," terang Hemas.
Ia menambahkan bahwa akibat penambangan tersebut akan merusak ekosistem bahkan berdampak pada masyarakat.
"Dan sangat bahaya sekali air itu masuk atau abrasi ketika tidak ada pasir. Otomatis pertanian yang ada di sekitarnya terganggu akibat abrasi laut," ungkap dia.
Hemas mengatakan ke depan pihaknya akan berkoordinasi dengan seluruh instansi di pemerintahan untuk proses penghentian penambangan pasir.
Sementara Kepala Satpol PP DIY, Noviar Rahmad mengungkapkan penambangan pasir di wilayah tersebut tak berizin.
Baca Juga: Mengaku Usai Tawuran, 2 Remaja di Bantul Diamankan Polisi
"Kami fokus terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2018, bahwa penambangan ini tentu tak berizin. Selain itu wilayah ini bukan untuk usaha pertambangan karena izinnya tidak bisa atau IUP-nya tidak akan keluar dari sini," ujar dia.
Pihaknya tidak bisa melakukan penindakan atau sanksi. Karena hal ini masuk ke ranah UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, sehingga kepolisian yang berhak melakukan tindakan tegas.
"Jelas kami serahkan kepada aparat kepolisian Karena dasarnya dari UU 3 Nomor 2020," terang dia.
Terpisah, petani dan juga warga Srigading, Setyo menjelaskan bahwa persoalan yang terjadi saat ini lebih banyak merugikan kelompok petani. Sehingga pihaknya berharap ada kepastian hukum kapan para penambang atau lokasi tersebut benar-benar ditutup.
"Kami sama-sama mencari makan. Tapi jika ada yang menjadi korban tentu sudah tidak benar. Terlebih warga yang banyak menjadi petani terdampak jika penambangan ini terus dilakukan," kata Setyo.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Rekor Dunia, Yogyakarta Ubah Budaya Lewat Aksi 10 Ribu Penabung Sampah
-
Wisata Premium di Kotabaru Dimulai! Pasar Raya Padmanaba Jadi Langkah Awal Kebangkitan Kawasan
-
Gunung Merapi Muntahkan Dua Kali Awan Panas dan Ratusan Lava Sepekan Terakhir
-
Geger SPBU Gito Gati Dicurigai Jual Pertamax Tercampur Solar, Pertamina Angkat Bicara
-
'Jangan Main-main dengan Hukum!' Sultan HB X Geram Korupsi Seret Dua Mantan Pejabat di Sleman