Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 20 April 2021 | 15:03 WIB
Ketua KPAI Kota Yogyakarta Sylvi Dewajanti, saat jumpa pers di Mapolsek Kotagede, Selasa (20/4/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Yogyakarta turut angkat bicara terkait kasus pelemparan batu yang terjadi di Jalan Ngeksigondo, Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta pada Rabu (14/4/2021) lalu. Pihaknya menegaskan tidak dalam posisi yang kaitannya untuk mempengaruhi penyidikan kasus klitih tersebut.

"Tidak ada sama sekali wewenang kami [KPAI] untuk bisa mempengaruhi penyidikan. Proses baru berjalan, sudah ada di ranah hukum, pasti KPAI tidak pernah ngerusuhi di situ," kata Ketua KPAI Kota Yogyakarta Sylvi Dewajanti, saat jumpa pers di Mapolsek Kotagede, Selasa (20/4/2021).

Sylvi menjelaskan bahwa KPAI hadir untuk melakukan pengawasan. Terkhusus kepada hak-hak anak yang sudah seharusnya tetap terjamin baik korban maupun pelaku.

"Sehingga kalau KPAI ini kemudian dipersepsikan bisa mengintervensi proses hukum itu salah sama sekali. Karena kami ini benar-benar di luar proses tersebut," tuturnya.

Baca Juga: Gelar Pameran Klitih, Yahya Suguhkan Puluhan Senjata Tajam Pelaku Kejahatan

Seperti yang diketahui bahwa KPAI sempat ikut disebut dalam perkara pelemparan batu yang dialami oleh salah seorang remaja berinisal KV (15). KPAI dituduh ikut andil dalam tidak ditahannya pelaku klitih yang juga masih remaja berinisial KS alias D (14).

Sylvi menegaskan bahwa tugas KPAI adalah melindungi dan menjamin bahwa semua hak-hak anak itu terpenuhi. Sehingga pihaknya tidak yanya berdiri dengan pelaku saja tapi juga dengan korban.

Terkait alasan hak-hak pelaku yang tetap harus dijamin, kata Sylvi itu sudah diatur dalam undang-undang.

"Jadi ini diantaranya yang harus saya sampaikan bahwa kami melakukan pengawasan terhadap terjaminnya hak-hak anak. Misalnya pelaku KS ini, kita harus yakin bahwa hak-haknya juga masih bisa diperoleh," tuturnya.

Menurutnya, meskipun anak yang bersangkutan dalam hal ini KS alias D menjadi pelaku. Namun sebenarnya anak yang bersangkutan tidak lain juga merupakan seorang korban.

Baca Juga: Cerita Saksi Soal Terduga Pelaku Klitih yang Bonyok Usai Tabrak Mobil

"Anak tidak akan menjadi seperti ini kalau lingkungannya baik, pola asuhnya baik dan sebagainya," imbuhnya.

Oleh karena itu, disampaikan Sylvi bahwa KPAI selalu mengawasi semua proses yang dilakukan semua pihak dalam kasus yang ada. Baik itu oleh polsek, pengadilan, hingga kejaksaan dengan memastikan apakah proses itu telah mengikuti dan memenuhi hak-hak anak.

"Pun demikian dalam hal korban sehingga kaki kami dalam hal ini ada di dua tempat. Saat ini kami sudah berbagi tugas, berbagi strategi untuk satu bertanggung jawab pada korban, satu lagi, bertanggungjawab mengawasi pelaku," terangnya.

KPAI Daerah Kota Yogyakarta juga telah merencanakan untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Polsek Kotagede dan Bapas. Tujuannya untuk bisa lebih menyusun strategi dalam penanganan kasus ini.

"Semoga jalannyaa penyidikan juga berjalan baik dan lancar. Proses dilakukan seadil-adilnya dan sesehat-sehatnya. Karena sebetulnya hal-hal seperti ini akan menjadi proses pembelajaran bagi anak. Maka pendekatan diambil pendekatan restoratif untuk anak," ungkapnya.

Dalam kesempatan ini Sylvi juga berpesan kepada seluruh pihak baik kepolisian dan keluarga untuk turut menertibkan anak-anaknya. Terkhusus anak-anak yang sudah mengendarai sepeda motor diusia yang sebelumnya belum diperbolehkan.

"Itu kan ada Undang-Undangnya. Baik pelaku maupun korban, dua-duanya anak yang menunggang motor yang sebetulnya belum boleh. Itu yang kita garis bawahi dan itu tanggungjawab kita bersama, tidak hanya tanggungjawab kepolisian," tegasnya.

Sylvi menilai jika pengawasan terhadap anak-anak itu dapat dilakukan dengan baik. Maka bukan tidak mungkin kejadian-kejadian serupa dapat dihindari.

Sementara itu, Kapolsek Kotagede Kompol Dwi Tavianto menyampaikan bahwa penyidik menjerat pelaku KS dengan Pasal 76 C UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 80 Ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun.

Namun memang hingga saat ini pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap pelaku. Hal itu disebabkan karena usia pelaku yang masih di bawah umur atau berstatus anak yang berhadapan dengan hukum.

"Jadi memang pelaku tidak ditahan karena memang masih anak-anak," ujar Dwi.

Berdasarkan ketentuan, penahanan baru bisa dilakukan apabila ancaman hukuman tersangka berada di atau lebih dari 7 tahun. Atau juga bisa melakukan perbuatan berulang dan atau melakukan secara bersama-sama.

Kendati demikian pihaknya tetap memastikan proses hukum masih akan terus berjalan. Dengan tentunya tetap melihat kapasitas pelaku sebagai anak.

"Intinya proses hukum tetap jalan," tandasnya.

Load More